KKP Pastikan Penindakan Pagar Laut Tangerang Sesuai Aturan, Praperadilan Ditolak
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan penindakan terhadap pagar laut di Tangerang sesuai aturan dan telah memenangkan praperadilan terkait kasus tersebut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memastikan bahwa tindakan penindakan yang dilakukan terhadap pembangunan pagar laut di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten, telah sesuai dengan prosedur dan aturan hukum yang berlaku. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono (Ipunk), menegaskan bahwa KKP bertindak berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang.
Pernyataan tersebut disampaikan Ipunk dalam keterangan resmi di Jakarta pada Selasa, menyusul putusan praperadilan yang menolak gugatan terhadap tindakan KKP. Ia menekankan komitmen KKP untuk tidak mentolerir pelanggaran yang membahayakan kelestarian ekosistem laut. "Komitmen kami tegas, tidak ada toleransi dan kompromi bagi pelaku pelanggaran yang mengancam keberlanjutan ekologi," tegas Ipunk.
Penyegelan dan pembongkaran pagar laut di Tangerang telah menjadi sorotan, namun putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 24 Februari, telah memberikan legitimasi atas tindakan KKP. Majelis Hakim tunggal, Guse Prayudi, menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) pada 9 Januari 2025 tidak dapat diterima karena dianggap prematur.
Praperadilan Ditolak: Tindakan KKP Sesuai Prosedur
Hakim berpendapat bahwa permohonan praperadilan yang diajukan LP3HI prematur karena menganggap tindakan KKP masih dalam tahap pengawasan, bukan penyidikan. LP3HI berargumen bahwa KKP telah melakukan penyegelan untuk kepentingan penyidikan, namun tidak segera menetapkan tersangka, sehingga berpotensi merusak barang bukti. Mereka juga berpendapat bahwa penundaan penetapan tersangka tersebut merupakan penghentian penyidikan.
Kepala Biro Hukum KKP, Effin Martiana, menjelaskan bahwa Hakim Pemeriksa menyatakan upaya yang dilakukan KKP masih dalam ranah pengawasan, bukan penyidikan. Oleh karena itu, gugatan dianggap prematur dan ditolak. Putusan praperadilan ini bersifat final dan mengikat, tidak dapat diajukan banding.
Effin menambahkan, "Setiap tindakan tentunya ada konsekuensi gugatan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Tapi kami berhasil meyakinkan Majelis Hakim, bahwa semua yang dilakukan oleh petugas di lapangan sudah sesuai prosedur berdasarkan kewenangan."
Dasar Hukum dan Kewenangan KKP
Tindakan penyegelan yang dilakukan oleh Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K) KKP didasarkan pada Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pengawasan Ruang Laut. Pasal tersebut memberikan wewenang kepada Polsus PWP3K untuk menghentikan pelanggaran dan mengambil tindakan hukum lainnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah menekankan pentingnya dokumen KKPRL (izin kegiatan di ruang laut) untuk setiap aktivitas di wilayah perairan Indonesia. Dokumen ini bertujuan untuk memastikan kegiatan tersebut legal, tidak merusak ekosistem, dan tidak tumpang tindih dengan aktivitas lainnya.
Putusan praperadilan ini memberikan kepastian hukum atas tindakan KKP dalam menegakkan aturan di wilayah perairan Indonesia. KKP menegaskan komitmennya untuk terus mengawasi dan menindak tegas setiap pelanggaran yang mengancam kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan.
Dengan putusan ini, KKP berharap dapat lebih fokus dalam upaya pengawasan dan perlindungan wilayah pesisir dan laut Indonesia. Hal ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba melanggar aturan dan merusak lingkungan laut.