KPK Periksa Pegawai Pajak Terkait Kasus Gratifikasi Rp21,5 Miliar Mantan Pejabat Pajak
KPK memeriksa Hadi Sutrisno, mantan Pemeriksa Pajak Madya, terkait kasus dugaan gratifikasi Rp21,5 miliar yang diterima mantan Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Mohamad Haniv.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp21,5 miliar oleh mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus (2015-2018), Mohamad Haniv (HNV). Hari Jumat, penyidik KPK memeriksa Hadi Sutrisno (HS), seorang Pemeriksa Pajak Madya di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.
HS diperiksa karena pernah menjabat sebagai Pemeriksa Pajak Madya Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus pada periode 2014-2018. Meskipun KPK belum merinci materi pemeriksaan, fokus penyidikan tampaknya terkait dengan periode jabatan HS yang beririsan dengan masa jabatan Haniv sebagai Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus.
Kasus ini bermula dari penetapan Haniv sebagai tersangka pada Selasa, 25 Februari 2024. Haniv diduga menerima gratifikasi selama menjabat, memanfaatkan jabatan dan jaringan untuk mencari sponsor bisnis anaknya. Hal ini terungkap melalui email yang dikirimkan Haniv kepada beberapa pengusaha yang merupakan wajib pajak, meminta bantuan modal.
Mantan Pejabat Pajak Diduga Terima Gratifikasi Miliaran Rupiah
Dugaan penerimaan gratifikasi oleh Haniv mencapai jumlah yang fantastis. Selain Rp804 juta untuk keperluan bisnis peragaan busana anaknya, Haniv juga diduga menerima uang dalam bentuk valuta asing (valas) senilai Rp6.665.006.000 dan penempatan deposito di BPR senilai Rp14.088.834.634. Total penerimaan gratifikasi yang diduga diterima Haniv mencapai setidaknya Rp21.560.840.634 atau sekitar Rp21,5 miliar.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, membenarkan pemeriksaan tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari KPK mengenai detail materi pemeriksaan yang dilakukan terhadap HS. Penyidik KPK masih terus mengembangkan penyidikan untuk mengungkap seluruh rangkaian kasus korupsi ini dan memastikan semua pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawabannya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat tinggi di Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan internal di instansi tersebut dan pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.
Pemeriksaan Hadi Sutrisno: Tahap Pengembangan Kasus
Pemeriksaan terhadap Hadi Sutrisno merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengungkap secara menyeluruh kasus dugaan penerimaan gratifikasi oleh Mohamad Haniv. KPK akan menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Proses hukum akan terus berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perlu ditekankan bahwa pemeriksaan terhadap HS belum tentu mengindikasikan keterlibatan langsung dalam penerimaan gratifikasi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menggali informasi dan keterangan yang dibutuhkan untuk melengkapi proses penyidikan.
KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan. Publik berharap KPK dapat segera menyelesaikan kasus ini dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Proses hukum akan terus berlanjut. KPK akan terus bekerja untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan semua pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawabannya. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Detail Gratifikasi yang Diterima Mohamad Haniv
- Rp804.000.000 untuk fashion show anak.
- Rp6.665.006.000 dalam bentuk valuta asing.
- Rp14.088.834.634 penempatan deposito di BPR.
Total dugaan penerimaan gratifikasi: Rp21.560.840.634
Mohamad Haniv dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam sektor publik, khususnya di instansi yang mengelola keuangan negara. KPK diharapkan dapat terus bekerja keras dalam upaya pemberantasan korupsi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan melayani.