KPK Periksa Pejabat BPN Semarang Terkait Kasus Kredit Fiktif Bank Jepara Artha
KPK memanggil pejabat BPN Kota Semarang, Direktur Utama PT BPR Panasayu Arthalayan Sejahtera, dan istri Kabag Kredit Bank Jepara Artha sebagai saksi dalam penyidikan kasus kredit fiktif di Bank Jepara Artha.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi berupa pemberian kredit usaha fiktif di Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022-2024. Pada Jumat, 25 April, penyidik KPK memanggil Imam Sutaryono (IS), Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang, untuk diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan di kantor Polrestabes Semarang bersama dua saksi lainnya, yaitu Nursapto Edy (NE) dan Yeti Kusumawati (YK).
Pemanggilan IS, NE, dan YK merupakan bagian dari rangkaian penyidikan yang dilakukan KPK. NE diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT BPR Panasayu Arthalayan Sejahtera, sementara YK adalah istri dari Ariyanto Sulistiyono (AS), Kepala Bagian Kredit Bank Jepara Artha. Hingga saat ini, KPK belum memberikan informasi detail mengenai materi pemeriksaan para saksi tersebut.
Kasus ini telah memasuki tahap penyidikan sejak 24 September 2024, dengan modus operandi pemberian kredit fiktif kepada 39 debitur. Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa Bupati Jepara periode 2019-2022, Dian Kristiandi (DK), pada 16 Januari 2025, terkait proses pengajuan dan penyelesaian kreditnya selama menjabat. KPK juga telah menetapkan lima tersangka, namun identitas mereka belum diungkap ke publik untuk menjaga proses penyidikan.
Pejabat BPN Semarang Diperiksa Terkait Kasus Kredit Fiktif
Pemeriksaan Imam Sutaryono (IS) dari BPN Kota Semarang menimbulkan pertanyaan mengenai keterkaitan BPN dengan kasus kredit fiktif di Bank Jepara Artha. Belum diketahui secara pasti apa peran IS dalam kasus ini, namun pemanggilannya menunjukkan bahwa KPK tengah menelusuri berbagai kemungkinan keterlibatan pihak lain di luar lingkup Bank Jepara Artha.
KPK diduga mendalami kemungkinan adanya dugaan aliran dana atau aset yang terkait dengan pemberian kredit fiktif tersebut. Proses penetapan hak dan pendaftaran tanah yang menjadi wewenang BPN berpotensi menjadi jalur yang digunakan untuk menyembunyikan aset hasil kejahatan. Oleh karena itu, keterangan IS sangat penting untuk mengungkap seluruh rangkaian kasus ini.
Meskipun KPK belum merilis informasi detail, pemeriksaan ini menunjukkan bahwa penyidikan kasus ini dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh. KPK tidak hanya fokus pada pihak internal Bank Jepara Artha, namun juga menyelidiki kemungkinan keterlibatan pihak eksternal.
Direktur Utama PT BPR Panasayu Arthalayan Sejahtera dan Istri Kabag Kredit Juga Diperiksa
Pemeriksaan terhadap Nursapto Edy (NE), Direktur Utama PT BPR Panasayu Arthalayan Sejahtera, dan Yeti Kusumawati (YK), istri Kepala Bagian Kredit Bank Jepara Artha, juga menjadi sorotan. Keterkaitan NE dengan kasus ini masih belum jelas, namun posisinya sebagai direktur utama sebuah BPR menunjukkan potensi adanya hubungan bisnis atau transaksi keuangan yang perlu diusut.
Sementara itu, pemeriksaan YK sebagai istri dari Kepala Bagian Kredit Bank Jepara Artha patut dicermati. KPK mungkin tengah menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan YK dalam aliran dana atau aset yang terkait dengan kasus kredit fiktif tersebut. Pemeriksaan terhadap istri tersangka atau saksi kunci sering dilakukan untuk melengkapi bukti dan mengungkap jaringan korupsi.
Pemeriksaan terhadap NE dan YK menunjukkan komitmen KPK untuk mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat dalam kasus ini. Tidak menutup kemungkinan akan ada saksi lain yang dipanggil untuk dimintai keterangan dalam waktu dekat.
Lima Tersangka dan Larangan Perjalanan ke Luar Negeri
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, meskipun identitas mereka masih dirahasiakan. Langkah ini menunjukkan bahwa KPK telah memiliki cukup bukti untuk melanjutkan proses hukum. Sebagai bagian dari upaya pencegahan agar para tersangka tidak melarikan diri, KPK juga telah mengeluarkan surat larangan bepergian ke luar negeri terhadap lima orang berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA.
Larangan bepergian ini merupakan langkah preventif yang umum dilakukan oleh KPK dalam kasus-kasus korupsi besar. Hal ini bertujuan untuk memastikan para tersangka tetap berada di wilayah Indonesia dan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Proses penyidikan akan terus berlanjut hingga seluruh fakta terungkap dan para pelaku dapat diadili sesuai hukum yang berlaku.
Kasus dugaan korupsi di Bank Jepara Artha ini menjadi peringatan bagi seluruh pihak untuk senantiasa menjaga integritas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan. KPK akan terus berkomitmen untuk memberantas korupsi di Indonesia dan memastikan bahwa pelaku korupsi akan diproses secara hukum.