KUHP Baru: Hakim Didorong Kurangi Pidana Penjara
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Hiariej menjelaskan KUHP baru mendorong hakim untuk mengurangi pidana penjara dengan opsi pidana alternatif seperti kerja sosial dan pengawasan, demi reintegrasi sosial.
![KUHP Baru: Hakim Didorong Kurangi Pidana Penjara](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/01/31/000146.590-kuhp-baru-hakim-didorong-kurangi-pidana-penjara-1.jpg)
Jakarta, 30 Januari 2024 - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Hiariej, baru-baru ini mengumumkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, efektif 2 Januari 2026, akan mendorong hakim untuk sebisa mungkin menghindari pidana penjara langsung.
Hal ini sejalan dengan visi KUHP baru yang menekankan reintegrasi sosial. Tujuannya adalah mengurangi jumlah narapidana dan memfokuskan pada pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan. Wamenkumham, yang akrab disapa Eddy, menyampaikan hal ini dalam Webinar Sosialisasi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP di Jakarta.
KUHP baru menawarkan alternatif hukuman seperti pidana kerja sosial dan pidana pengawasan. Jenis pidana ini akan ditangani Balai Pemasyarakatan (Bapas), bukan lagi lembaga pemasyarakatan (lapas). Ini berarti Bapas akan berperan lebih krusial dalam implementasi KUHP baru karena adanya pengalihan pidana dari penjara ke pengawasan dan kerja sosial.
Meskipun pidana penjara tetap menjadi pidana pokok dan terberat kedua, KUHP baru mewajibkan hakim untuk mempertimbangkan sanksi lebih ringan. Sebelum menjatuhkan pidana penjara, hakim perlu mempertimbangkan pidana denda, kerja sosial, atau pengawasan terlebih dahulu. Pidana penjara, menurut Wamenkumham, ditempatkan sebagai pilihan terakhir.
KUHP baru juga mengatur modifikasi alternatif sanksi pidana. Misalnya, untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman tidak lebih dari 3 tahun, hakim wajib menjatuhkan pidana kerja sosial. Ini merupakan hal baru bagi Indonesia, mengingat pidana kerja sosial baru diterapkan di Belanda pada 1982. Aturannya, kerja sosial maksimal 40 jam per minggu dan tidak mengurangi hak bekerja untuk keluarga.
Sedangkan untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun, hakim diwajibkan menjatuhkan pidana pengawasan atau yang dikenal sebagai pidana percobaan. Dengan berbagai opsi ini, KUHP baru berupaya menyeimbangkan penegakan hukum dengan upaya pemulihan dan reintegrasi sosial bagi pelaku tindak pidana.
Secara keseluruhan, KUHP baru menawarkan skala hukuman yang lebih luas, mulai dari denda, kerja sosial, pengawasan, penjara, hingga hukuman mati. Dengan adanya alternatif sanksi ini, diharapkan sistem peradilan pidana Indonesia menjadi lebih humanis dan efektif dalam menangani kejahatan, serta mengurangi beban penjara.