Lima Tantangan Ekonomi Sulteng 2025 dan Rekomendasi BI
Bank Indonesia (BI) Sulteng mengungkap lima tantangan ekonomi daerah pada 2025, termasuk ekspor beras tinggi, kendala penyerapan Bulog, dan keterbatasan kerjasama antar daerah, serta merekomendasikan solusi strategis.
![Lima Tantangan Ekonomi Sulteng 2025 dan Rekomendasi BI](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/12/000105.335-lima-tantangan-ekonomi-sulteng-2025-dan-rekomendasi-bi-1.jpeg)
Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) baru-baru ini mengidentifikasi lima tantangan utama yang akan dihadapi perekonomian daerah tersebut pada tahun 2025. Hal ini diungkapkan oleh Kepala BI Sulteng, Ronny Hartawan, dalam sebuah High Level Meeting (HLM) dan Capacity Building Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulteng di Palu.
Tantangan Perekonomian Sulteng 2025
Menurut Ronny, tantangan pertama adalah tingginya angka ekspor beras. Sebanyak 75 persen produksi beras Sulteng justru mengalir ke provinsi tetangga, seperti Sulawesi Utara (Manado) dan Gorontalo. Ini menunjukkan potensi besar yang belum tergarap optimal di dalam daerah sendiri.
Tantangan kedua terkait dengan penyerapan beras oleh Bulog. Persyaratan yang ketat dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), meliputi kadar air 14 persen, broken 25 persen, dua menir, dan derajat sosoh 95 persen, menyulitkan Bulog dalam menyerap hasil panen petani Sulteng.
Ketiga, pemerintah daerah menghadapi kendala dalam pengadaan benih, pupuk, alat dan mesin pertanian (alsintan), serta pestisida. Pengadaan tersebut sepenuhnya diurus oleh pemerintah pusat, sehingga mengurangi kewenangan dan fleksibilitas pemerintah daerah dalam mengelola sektor pertanian.
Tantangan keempat menyoroti kurangnya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) khusus pangan di Sulteng. Berbeda dengan DKI Jakarta yang memiliki PT Food Station, PT Pasar Jaya, dan PT Dharma Jaya untuk mengelola pangan, Sulteng masih kekurangan infrastruktur serupa untuk mengoptimalkan potensi pangan lokal.
Terakhir, tantangan kelima adalah terbatasnya kerja sama antar daerah. Kolaborasi yang lebih kuat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai kendala dan memaksimalkan potensi ekonomi Sulteng.
Rekomendasi BI untuk Mengatasi Tantangan
Menanggapi lima tantangan tersebut, BI Sulteng merekomendasikan beberapa langkah strategis. Pertama, memperkuat kerja sama antar daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya. Kedua, membentuk atau memperkuat BUMD khusus pangan untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas harga pangan.
Ketiga, melakukan pembatasan ekspor komoditi tertentu, khususnya beras, untuk menjaga ketersediaan pangan di dalam daerah. Keempat, menyelenggarakan pasar murah secara rutin dan bersinergi dengan warung komoditas pangan (Warkop) TPID Sulteng untuk menjangkau masyarakat luas.
Terakhir, BI juga menekankan pentingnya pengendalian inflasi berbasis data untuk pengambilan kebijakan yang lebih tepat dan efektif. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan perekonomian Sulteng dapat lebih tangguh dan berkelanjutan di tahun 2025 dan seterusnya.
Kesimpulannya, lima tantangan ekonomi Sulteng yang diidentifikasi BI menunjukan perlunya strategi komprehensif yang melibatkan kerjasama antar pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat. Rekomendasi yang diberikan BI diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan untuk membangun perekonomian Sulteng yang lebih kuat dan mandiri.