Manokwari Pertahankan Status Hijau PMK: Waspada Wabah dan Jaga Swasembada Sapi
Kabupaten Manokwari, Papua Barat, tetap waspada dan berupaya mempertahankan status bebas PMK, melindungi populasi sapi dan perekonomian daerah.

Kabupaten Manokwari, Papua Barat, hingga kini masih berstatus hijau atau bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang kembali merebak di sejumlah daerah di Indonesia sejak awal tahun 2025. Keberhasilan ini tak lepas dari upaya ketat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari dalam mengawasi lalu lintas sapi keluar-masuk wilayahnya. Langkah-langkah pencegahan yang diterapkan terbukti efektif melindungi populasi sapi yang cukup signifikan di daerah tersebut, sekaligus menjaga perekonomian daerah yang bergantung pada swasembada sapi.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Manokwari, Nixon Karubaba, menyatakan bahwa pengawasan ketat terhadap lalu lintas hewan ternak, khususnya sapi, menjadi kunci utama mempertahankan status hijau PMK. Pemkab Manokwari melarang dan tidak memberikan izin masuknya sapi dari luar daerah. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipatif untuk mencegah penyebaran virus PMK yang dapat berdampak buruk pada perekonomian Manokwari yang selama ini dikenal sebagai daerah swasembada sapi.
Meskipun populasi sapi di Manokwari diperkirakan lebih dari 50.000 ekor, banyaknya sapi yang dipelihara secara tradisional, bahkan dilepaskan di perkebunan kelapa sawit, membuat pendataan menjadi tantangan tersendiri. Kendati demikian, data pemotongan sapi yang mencapai 2.000 hingga 3.000 ekor per tahun menunjukkan bahwa populasi sapi di Manokwari masih cukup besar dan mampu memenuhi kebutuhan daging di daerah tersebut.
Upaya Pencegahan dan Pengawasan PMK di Manokwari
Pemkab Manokwari menerapkan langkah-langkah pencegahan PMK secara intensif. Selain pengawasan ketat terhadap lalu lintas sapi, upaya edukasi kepada peternak juga terus dilakukan. Peternak diimbau untuk memperhatikan kesehatan ternak mereka dan menjaga kebersihan kandang serta lingkungan sekitar. Hal ini penting untuk mencegah penyebaran virus PMK yang dapat dengan mudah menyebar, terutama pada musim hujan.
Dokter hewan Manokwari, Esti Vivi Damayanti, menjelaskan bahwa tingginya curah hujan dapat mempermudah penyebaran virus PMK. Ia juga menjelaskan gejala-gejala PMK pada sapi, di antaranya demam tinggi (hingga 39 derajat Celcius), lepuh pada mulut, keluarnya banyak air liur, dan luka atau terkelupas pada kuku. "Air liur itu yang menular karena membawa virus PMK," ujar Esti Vivi Damayanti. Oleh karena itu, penting bagi peternak untuk memberikan pakan yang bergizi dan menjaga kebersihan kandang serta lingkungan.
Pemberian pakan yang baik dan sanitasi kandang yang terjaga merupakan kunci dalam mencegah PMK. Dengan menjaga kesehatan ternak dan lingkungan, peternak dapat meminimalisir risiko penyebaran virus PMK. Hal ini juga sejalan dengan upaya Pemkab Manokwari dalam mempertahankan status hijau PMK dan menjaga swasembada sapi di daerah tersebut.
Dampak Ekonomi dan Swasembada Sapi Manokwari
Status daerah hijau PMK sangat penting bagi Manokwari karena berdampak langsung pada perekonomian daerah. Sebagai daerah swasembada sapi, wabah PMK dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengawasan yang ketat terus dilakukan untuk melindungi sektor peternakan dan perekonomian daerah.
Keberhasilan Manokwari dalam mempertahankan status hijau PMK merupakan bukti komitmen pemerintah daerah dalam melindungi sektor peternakan dan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan tetap waspada dan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat, Manokwari diharapkan dapat terus mempertahankan status bebas PMK dan menjaga swasembada sapi untuk masa mendatang.
Ke depan, peningkatan kesadaran peternak dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan peternak sangat penting dalam menjaga status hijau PMK di Manokwari. Pemantauan dan pengawasan yang berkelanjutan juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa upaya pencegahan PMK tetap efektif dan mampu melindungi populasi sapi di daerah tersebut.