Mantan Plt Kadinsos HST Divonis 1 Tahun Penjara Kasus Korupsi Kader Sosial
Mantan Plt Kepala Dinas Sosial HST, Wahyudi Rahman, divonis satu tahun penjara dan denda Rp51,5 juta terkait kasus korupsi kegiatan kader sosial tahun 2022 yang merugikan negara hingga Rp389 juta.

Pengadilan Tipikor Banjarmasin telah menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp51,5 juta kepada Wahyudi Rahman, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Vonis tersebut dibacakan pada Kamis, 27 Februari 2024, oleh majelis hakim yang diketuai Aris Dedy. Kasus ini terkait korupsi dalam kegiatan kader sosial di Dinas Sosial HST tahun 2022, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp389 juta. Wahyudi terbukti bersalah meskipun dibebaskan dari dakwaan primer.
Majelis hakim menyatakan Wahyudi terbukti bersalah dalam dakwaan subsider, yaitu pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Hakim Aris Dedy menambahkan bahwa jika denda tersebut tidak dibayar, maka hukuman Wahyudi akan bertambah lima bulan. Perkara ini berawal dari kegiatan pembentukan kader sosial di HST pada tahun 2022, yang mana Wahyudi turut serta dalam perencanaan dan penetapannya melalui Keputusan Kepala Dinas Sosial nomor 467/05/DINSOS,PPKB,PPPA/TAHUN 2022.
Proses pelaksanaan kegiatan kader sosial tersebut ternyata tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara. Meskipun Wahyudi telah mengembalikan uang sebesar Rp304 juta lebih, pengembalian tersebut tidak dianggap sah karena tidak melalui proses koreksi atau pemeriksaan resmi dari Inspektorat, BPKP, atau BPK. Hal inilah yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonisnya.
Kronologi Kasus Korupsi Kader Sosial HST
Kasus ini bermula dari program pembentukan kader sosial di Dinas Sosial Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2022. Wahyudi Rahman, selaku Plt Kepala Dinas Sosial saat itu, berperan penting dalam perencanaan dan pelaksanaan program tersebut. Ia menerbitkan Keputusan Kepala Dinas Sosial nomor 467/05/DINSOS,PPKB,PPPA/TAHUN 2022 tentang penunjukan Kader Sosial. Namun, proses pelaksanaan program tersebut diduga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga mengakibatkan kerugian negara.
Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran program kader sosial. Kerugian negara yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp389 juta. Wahyudi Rahman kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani proses hukum. Sepanjang proses persidangan, Wahyudi didampingi oleh tim kuasa hukumnya.
Selama persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Wahyudi dengan pasal 2 junto Pasal 18 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Namun, majelis hakim menyatakan Wahyudi tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primer tersebut.
Meskipun demikian, majelis hakim menyatakan Wahyudi terbukti bersalah berdasarkan dakwaan subsider, yaitu pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Hal ini mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh JPU selama persidangan.
Pengembalian Kerugian Negara dan Pertimbangan Hukum
Meskipun Wahyudi telah mengembalikan sebagian kerugian negara sebesar Rp304 juta lebih, hal tersebut tidak cukup untuk menghapuskan tuntutan hukum terhadapnya. Menurut JPU, pengembalian uang tersebut tidak memenuhi prosedur yang berlaku, karena tidak melalui proses koreksi atau pemeriksaan dari instansi berwenang seperti Inspektorat, BPKP, atau BPK.
Majelis hakim mempertimbangkan hal tersebut dalam menjatuhkan vonis. Mereka menekankan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur dan aturan dalam pengelolaan keuangan negara. Pengembalian kerugian negara, meskipun dilakukan, tidak serta-merta menghapuskan tanggung jawab hukum atas tindakan korupsi yang telah dilakukan.
Putusan ini menjadi preseden penting dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam kasus-kasus korupsi. Putusan ini juga menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara harus melalui jalur yang benar dan sesuai dengan prosedur yang berlaku agar dapat dipertimbangkan sebagai faktor meringankan hukuman.
Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Kesimpulan: Putusan pengadilan terhadap Wahyudi Rahman memberikan pesan penting tentang pentingnya akuntabilitas dan kepatuhan terhadap aturan dalam pengelolaan keuangan negara. Meskipun telah mengembalikan sebagian kerugian, proses yang tidak sesuai prosedur tetap berdampak pada putusan hukum.