Ndikosapu: Desa Adat Ende yang Meniti Perubahan Menuju Masa Depan yang Cerah
Desa adat Ndikosapu di Ende, NTT, menunjukkan kemajuan pesat berkat kolaborasi warga, pemerintah desa, tokoh agama, dan kepala adat dalam meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan anak.

Desa Ndikosapu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terletak di wilayah Pegunungan Lepembusu, tengah mengalami transformasi signifikan. Meskipun terpencil dan minim akses infrastruktur, warga desa menunjukkan tekad kuat untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Perubahan ini dimulai dari kolaborasi antara warga, pemerintah desa, tokoh agama, dan Mosalaki (kepala adat), Antonius Bewa, yang memimpin pembangunan berbasis adat dan budaya.
Perubahan ini dimulai sekitar tiga tahun terakhir. Antonius Bewa, yang sebelumnya bekerja sebagai pegawai negeri di Makassar, kembali ke kampung halaman setelah kematian ayahnya untuk meneruskan kepemimpinan adat. Ia membawa pengalaman birokrasi dan kesehatan untuk mendorong perubahan pola pikir masyarakat, membuka ruang diskusi tentang pendidikan, pengasuhan anak, dan hak-hak sosial ekonomi. Dukungan dari tiga pilar utama, yaitu kepala desa, tokoh agama, dan Mosalaki, sangat krusial dalam proses ini.
Kolaborasi dengan Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) semakin memperkuat langkah perubahan ini. Bersama-sama, mereka membentuk Gugus Tugas Layak Anak dengan tujuan menjadikan Ndikosapu sebagai desa pertama di Kabupaten Ende yang layak anak, memenuhi 16 indikator dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Membangun Desa Layak Anak di Ndikosapu
Pembentukan Gugus Tugas Layak Anak bertujuan untuk mengatasi berbagai tantangan, seperti rendahnya angka partisipasi sekolah, kurangnya akta kelahiran anak, serta praktik pengasuhan anak yang kurang tepat. Antonius Bewa menekankan pentingnya pendidikan dan kesehatan, serta memastikan semua anak memiliki akta kelahiran untuk mengakses layanan pendidikan dan kesehatan. "Saya tidak apa tertinggal, tapi masyarakat jangan. Harus ada satu dua yang jadi orang sukses. Sekolah dan kesehatan ini penting. Tapi kalau anak-anak tidak punya akta, bagaimana bisa lanjut sekolah atau berobat?" ujarnya.
Tantangan infrastruktur juga menjadi kendala. Akses jalan yang sulit di medan perbukitan membuat mobilitas warga terbatas. Namun, keterbatasan ini tidak menghentikan langkah mereka. Warga memanfaatkan internet satelit untuk mendukung pendidikan daring, pengelolaan administrasi, dan promosi hasil pertanian serta budaya lokal.
Meskipun akses jalan masih menjadi tantangan, warga Ndikosapu telah berhasil memanfaatkan teknologi untuk kemajuan desa. Internet satelit yang diakses secara swadaya telah membuka peluang baru dalam pendidikan dan pemasaran produk lokal. Anak-anak dapat mengakses pembelajaran daring, sementara pemerintah desa dapat mengelola administrasi dengan lebih efisien. Pemuda desa juga memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan hasil pertanian, tenun, dan budaya lokal.
Ketahanan Pangan dan Pelestarian Adat
Sektor pertanian tetap menjadi tulang punggung ekonomi Ndikosapu. Sistem tumpang sari dengan komoditas utama pisang dan kemiri, diselingi kakao, cengkeh, vanili, kacang, dan umbi-umbian, menjaga kesuburan tanah dan ketahanan pangan keluarga. Hasil panen sebagian disimpan dan sebagian dibagi, mencerminkan semangat gotong royong yang kuat.
Adat istiadat tetap menjadi fondasi kehidupan masyarakat Ndikosapu. Ritual tolak bala seperti Jokawola dan Patika Mamokambu (persembahan untuk leluhur) masih dilestarikan. Pire, hari ketika warga berhenti dari aktivitas untuk menghormati alam, juga tetap dijalankan. "Semua sebagai nilai yang akan terus ditanamkan kepada anak-anak kami, ya. Ini bukan festival kebudayaan seperti yang orang lain pahami, ini adalah doa syukur kepada sang pencipta atas semua kebaikan-Nya," jelas Antonius.
Meskipun masih menghadapi keterbatasan infrastruktur, Ndikosapu menunjukkan kemajuan signifikan berkat kerja keras dan kolaborasi warganya. Mereka telah membuktikan bahwa pembangunan yang berakar pada budaya dan nilai-nilai lokal dapat membawa perubahan positif dan berkelanjutan.
Ndikosapu, dengan segala keterbatasannya, mengajarkan bahwa pembangunan yang berakar pada budaya akan lebih berkelanjutan. Keberhasilan mereka dalam menggabungkan modernisasi dengan pelestarian adat istiadat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia.