Oknum Polisi Samarinda Diproses Etik, Diduga Biarkan Narkoba Masuk Tahanan
Tiga oknum polisi di Samarinda diduga terlibat skandal narkoba di dalam tahanan Polresta Samarinda dan kini tengah menjalani proses sidang etik.

Kejadian menghebohkan terjadi di Polresta Samarinda. Tiga oknum polisi diduga lalai dan membiarkan narkoba masuk ke dalam ruang tahanan. Peristiwa ini terungkap pada Minggu (30/3) malam sekitar pukul 21.00 Wita, melibatkan Aipda EP, Bripda FDS, dan Bripda AADS dari Satuan Samapta Polresta Samarinda yang saat itu bertugas sebagai petugas piket jaga tahanan. Mereka diduga bersekongkol dengan seorang tahanan kasus narkoba bernama NA (33) untuk menyelundupkan narkoba ke dalam sel tahanan.
Kepala Polresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Hendri Umar, membenarkan adanya indikasi kelalaian dari anggotanya. Ia menegaskan bahwa oknum anggota jaga tahanan tersebut telah lalai dan membiarkan narkoba masuk ke dalam tahanan. Saat ini, ketiga oknum polisi tersebut tengah menjalani penempatan khusus (patsus) di Propam Polda Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai bagian dari proses pemeriksaan menuju sidang disiplin dan sidang etik profesi kepolisian.
Kasus ini sedang dalam pemeriksaan intensif oleh Propam Polda Kaltim dan Satuan Reserse Narkoba Polresta Samarinda. Polresta Samarinda dan Polda Kaltim menyatakan komitmen serius dalam memberantas narkoba, baik yang melibatkan anggota kepolisian maupun masyarakat umum. Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran publik dan mencoreng citra institusi kepolisian.
Oknum Polisi Diduga Terima Suap
Modus yang digunakan cukup licik. Tujuh paket sabu diselipkan di dalam nasi bungkus dan berhasil lolos masuk ke dalam tahanan. NA, tahanan yang terlibat, diduga memberikan suap sebesar Rp1 juta yang ditransfer ke rekening Bripda AADS. Uang tersebut diduga sebagai imbalan atas bantuan para oknum polisi dalam menyelundupkan narkoba tersebut.
Tindakan oknum polisi ini jelas melanggar kode etik profesi dan hukum yang berlaku. Mereka tidak hanya mengabaikan tugas dan tanggung jawab, tetapi juga turut serta dalam kejahatan narkoba. Hal ini menunjukkan adanya celah keamanan di dalam Polresta Samarinda yang perlu segera diperbaiki.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan dan efek jera. Publik menantikan hasil sidang etik dan sanksi yang akan dijatuhkan kepada para oknum polisi yang terlibat.
Kejadian ini juga menjadi sorotan tajam bagi internal kepolisian. Ini menjadi pengingat pentingnya peningkatan pengawasan dan integritas anggota kepolisian dalam menjalankan tugas, khususnya dalam menangani kasus-kasus narkoba.
Tingginya Peredaran Narkoba di Samarinda
Samarinda memang dikenal sebagai salah satu wilayah dengan tingkat peredaran narkoba yang tinggi di Indonesia. Data dari Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kaltim sepanjang tahun 2024 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. BNNP Kaltim berhasil mengungkap 32 kasus tindak pidana narkotika dengan 50 tersangka.
Dari jumlah tersebut, 11 tersangka merupakan bandar, 35 pengedar, dan 4 kurir. Barang bukti yang disita meliputi 14,2 kilogram ganja dan 3,9 kilogram sabu, dengan total nilai mencapai Rp380 juta. Angka-angka ini menunjukkan betapa seriusnya masalah peredaran narkoba di Samarinda dan sekitarnya.
Peristiwa keterlibatan oknum polisi dalam kasus ini semakin mempersulit upaya pemberantasan narkoba. Kepercayaan publik terhadap penegak hukum bisa tergerus jika kasus seperti ini tidak ditangani secara tegas dan transparan.
Penting bagi aparat penegak hukum untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi dalam memberantas peredaran narkoba. Selain itu, upaya pencegahan dan edukasi kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih waspada dan terhindar dari bahaya narkoba.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Integritas dan profesionalisme anggota kepolisian harus terus dijaga agar kepercayaan publik tetap terpelihara. Pemberantasan narkoba membutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak, termasuk penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat.