Pegawai Bank Mega Divonis 8 Tahun Penjara Kasus Penggelapan Rp8,6 Miliar
Yenny, pegawai Bank Mega di Medan, divonis 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena terbukti menggelapkan dana perusahaan senilai Rp8,6 miliar dan melakukan pencucian uang.

Pengadilan Negeri Medan baru-baru ini menjatuhkan vonis 8 tahun penjara terhadap Yenny (47), seorang pegawai Bank Mega, atas kasus penggelapan dana perusahaan senilai Rp8,6 miliar dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Vonis tersebut dibacakan pada Rabu, 30 April 2024, oleh Hakim Ketua Joko Widodo. Perbuatan Yenny, yang menjabat sebagai Supervisor Centralized Network Operations Kantor Bank Mega Regional Medan, terbukti melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Selain hukuman penjara, Yenny juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar, dengan ancaman hukuman tambahan 10 bulan penjara jika denda tersebut tidak dibayar. Hakim memberikan waktu tujuh hari kepada terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengajukan banding atau menerima putusan tersebut. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Belawan yang meminta hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Kasus ini bermula dari kerjasama antara PT Bank Mega Tbk dengan PT Kelola Jasa Artha (PT Kejar) dalam hal Cash In Transit (CIT) dan Cash Processing Center (CPC) hingga 31 Desember 2023. PT Kejar bertugas mengantarkan dan mengambil uang tunai Bank Mega. Yenny memanfaatkan posisinya untuk melakukan serangkaian transaksi fiktif, meminta transfer uang melalui email kepada administrasi PT Kejar tanpa prosedur yang sesuai dan tanpa tanda terima resmi.
Kronologi Penggelapan Dana
Berdasarkan fakta persidangan, Yenny melakukan beberapa transaksi mencurigakan. Pada 21 Mei 2024, ia meminta transfer Rp360 juta ke Bank Artha Graha. Uang tersebut diantar menggunakan mobil Daihatsu Grandmax dan diterima pihak Bank Artha Graha Cabang Medan Pemuda sebelum akhirnya diserahkan ke Bank Mega Medan Maulana. Namun, Yenny menerima uang tersebut tanpa tanda terima resmi.
Pada 22 Mei 2024, Yenny melakukan transaksi serupa. Ia meminta PT Kejar mengirimkan Rp350 juta ke Bank Danamon, yang diterima oleh saksi Muhammad Dayu Syahputra di Bank Danamon Cabang Medan, namun tanpa stempel resmi Bank Mega pada tanda terima. Pada hari yang sama, ia juga menginstruksikan pengiriman Rp460 juta ke Bank Mega Cabang Maulana Lubis, tetapi kemudian mengubah tujuan pengiriman ke Indomaret Kebun Bunga Kota Medan, dan menerimanya tanpa prosedur formal.
Dari tanggal 5 hingga 19 Juni 2024, Yenny kembali melakukan serangkaian transaksi fiktif berupa permintaan TUKAB kepada PT Kejar. Akibat perbuatannya, PT Bank Mega Tbk Regional Medan mengalami kerugian materil kurang lebih sebesar Rp8,6 miliar.
Bukti dan Kesaksian
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bastian Sihombing dalam surat dakwaannya merinci kronologi dan bukti-bukti transaksi fiktif yang dilakukan Yenny. Kesaksian saksi-saksi dan bukti transfer menjadi dasar putusan hakim. Proses hukum ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan internal dan prosedur yang ketat dalam pengelolaan keuangan perusahaan.
Putusan pengadilan ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi semua pihak, terutama dalam menjaga integritas dan transparansi dalam dunia perbankan. Kasus ini juga menyoroti perlunya mekanisme yang lebih kuat untuk mencegah dan mendeteksi tindakan penggelapan dana di masa mendatang.
Setelah putusan dibacakan, baik terdakwa maupun JPU memiliki waktu tujuh hari untuk menentukan langkah selanjutnya, apakah menerima vonis atau mengajukan banding. Publik pun menunggu perkembangan selanjutnya dari kasus ini.