Pemkot Yogyakarta Tawarkan Lokasi Baru untuk Pedagang dan Jukir TKP ABA, Relokasi Menuai Penolakan
Pemerintah Kota Yogyakarta menawarkan lokasi alternatif bagi pedagang dan juru parkir TKP ABA yang akan dialihfungsikan menjadi ruang terbuka hijau, namun tawaran tersebut ditolak karena dinilai kurang representatif.

Pemerintah Kota Yogyakarta (Pemkot) tengah menghadapi tantangan dalam rencana alih fungsi Tempat Parkir Khusus (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Rencana ini berdampak pada 248 pedagang dan juru parkir yang selama ini bergantung pada TKP ABA. Sebagai solusi, Pemkot menawarkan beberapa lokasi alternatif, namun usulan ini mendapat penolakan dari para pedagang dan jukir.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, menjelaskan bahwa beberapa lokasi telah ditawarkan, termasuk kawasan eks Menara Coffee di Kotabaru dan lahan di belakang Kantor BPD DIY Cabang Senopati. Namun, tawaran tersebut belum memuaskan para pedagang dan juru parkir TKP ABA. Penolakan ini didasari oleh kurangnya representasi lokasi baru yang ditawarkan, terutama karena ketidakmampuan lokasi tersebut untuk menampung bus pariwisata, yang selama ini menjadi daya tarik utama TKP ABA.
Permasalahan ini semakin kompleks karena para pedagang dan juru parkir telah lama beraktivitas di TKP ABA dan keberatan untuk merelokasi usaha mereka. Mereka khawatir akan kehilangan pendapatan jika harus pindah ke lokasi yang tidak strategis dan tidak mampu menampung bus pariwisata. Hal ini diperparah dengan kendala keterbatasan modal bagi sebagian besar pedagang untuk memulai usaha di tempat baru.
Relokasi TKP ABA dan Penolakan dari Pedagang dan Jukir
Rencana relokasi pedagang dan juru parkir TKP ABA menuai penolakan dari para pihak yang terdampak. Doni Rulianto, pengelola TKP ABA, mengungkapkan bahwa mayoritas pedagang dan juru parkir menolak tawaran relokasi dari Pemkot Yogyakarta. Alasannya, lokasi yang ditawarkan dinilai tidak memadai karena tidak dapat menampung bus pariwisata, yang merupakan faktor penting dalam menarik pengunjung.
Doni menambahkan bahwa sekitar 95 dari 248 orang yang bergantung pada TKP ABA bekerja sebagai juru parkir. Mereka khawatir pendapatan mereka akan menurun drastis jika harus pindah ke lokasi yang kurang strategis. Selain itu, sebagian besar pedagang telah bertahun-tahun berjualan di TKP ABA, sehingga sulit bagi mereka untuk beradaptasi dengan lokasi baru dan memulai usaha dari awal.
Pemkot Yogyakarta perlu mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial dari para pedagang dan juru parkir. Mereka perlu mencari solusi yang lebih komprehensif dan mengakomodasi kebutuhan para pihak yang terdampak. Mencari lokasi yang mampu menampung bus pariwisata menjadi kunci keberhasilan relokasi dan mencegah penurunan pendapatan para pedagang dan juru parkir.
Salah satu solusi yang diajukan adalah lokasi di Giwangan, yang dinilai lebih representatif karena mampu menampung bus pariwisata. Namun, belum ada kepastian mengenai hal ini.
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Sumbu Filosofi
Pembangunan RTH di TKP ABA merupakan bagian dari rencana Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk memperkuat keberadaan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY berencana membangun RTH seluas kurang lebih 7.000 meter persegi dengan konsep tiga zona: publik, sosial, dan alam.
Kusno Wibowo, Kepala DLHK DIY, menjelaskan bahwa pembangunan RTH ini akan menggunakan dana keistimewaan (Danais). Sekitar 55 persen dari total lahan akan dialokasikan sebagai tutupan hijau, yang diharapkan mampu menampung hingga 1.000 pengunjung. Pembangunan RTH ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan memperindah kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Namun, pembangunan RTH ini harus mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi para pedagang dan juru parkir TKP ABA. Pemkot Yogyakarta perlu mencari solusi yang adil dan berkelanjutan, yang mampu menyeimbangkan antara pembangunan RTH dengan kesejahteraan masyarakat yang terdampak.
Pemkot Yogyakarta perlu segera mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak yang terlibat. Komunikasi dan negosiasi yang intensif antara Pemkot, pedagang, dan juru parkir sangat penting untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Keberhasilan relokasi ini akan menentukan keberhasilan pembangunan RTH dan pelestarian Sumbu Filosofi Yogyakarta.