Pengamat Dukung Ted Sioeng Banding dan Laporkan Kasus ke KY: Polemik Hukum Perdata dan Pidana
Pengamat hukum mendukung langkah Ted Sioeng untuk banding dan melapor ke KY terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan di Bank Mayapada, menimbulkan pertanyaan perihal batas hukum perdata dan pidana.

Apa, Siapa, Di Mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Pada Selasa, 25 Maret, di Jakarta, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hardjar, dan mantan Kabareskrim Polri Komjen (purn) Ito Sumardi menyatakan dukungan terhadap langkah Ted Sioeng, terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan di Bank Mayapada, untuk mengajukan banding dan mengadukan kasusnya ke Komisi Yudisial (KY). Hal ini muncul setelah Ted Sioeng dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, memicu perdebatan mengenai batas antara hukum perdata dan pidana, terutama karena Ted Sioeng sebelumnya telah dinyatakan pailit dalam kasus perdata. Pertanyaannya adalah apakah seseorang yang telah dijatuhi sanksi perdata dapat dipidanakan kembali atas kasus yang sama?
Abdul Fickar berpendapat bahwa jika seseorang telah digugat secara perdata, seharusnya tidak bisa lagi dipidanakan. Ia mengakui kemungkinan adanya pengecualian jika terdapat unsur pelaporan tindak penggelapan atau penipuan. Sementara itu, Ito Sumardi menjelaskan perbedaan antara hukum perdata dan pidana, menekankan bahwa tidak semua pelanggaran perdata dapat dipidanakan. Proses pidana hanya berlaku jika memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai hukum yang berlaku.
Kasus ini menimbulkan perdebatan kompleks mengenai penerapan hukum di Indonesia. Perdebatan ini menyoroti pentingnya pemahaman yang jelas tentang batas dan implikasi hukum perdata dan pidana, khususnya dalam konteks pailit dan potensi pelanggaran pidana yang terkait.
Polemik Hukum Perdata dan Pidana dalam Kasus Ted Sioeng
Kasus Ted Sioeng menyoroti area abu-abu antara hukum perdata dan pidana. Meskipun telah dinyatakan pailit, Ted Sioeng kini menghadapi tuntutan pidana atas dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp133 miliar. Abdul Fickar Hardjar mempertanyakan dasar hukum penuntutan pidana setelah adanya putusan pailit. Ia menekankan pentingnya kejelasan hukum agar tidak terjadi tumpang tindih dan ketidakadilan.
Ito Sumardi menjelaskan bahwa kasus perdata dapat beralih ke ranah pidana jika terdapat unsur tindak pidana, seperti penggelapan (Pasal 372 KUHP) atau penipuan (Pasal 378 KUHP). Namun, ia juga menekankan bahwa tidak semua pelanggaran perdata otomatis menjadi kasus pidana. Bukti yang kuat tentang unsur tindak pidana sangat diperlukan untuk melanjutkan proses hukum pidana.
Konflik hukum ini sering terjadi, terutama dalam kasus kepailitan, di mana terdapat potensi konflik antara sita umum kepailitan dan sita pidana. Hal ini menuntut kehati-hatian dan pemahaman yang mendalam dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus serupa.
Peran Mahkamah Agung dan Mekanisme Kasasi
Ito Sumardi menjelaskan peran Mahkamah Agung (MA) dalam mengoreksi kesalahan hukum atau kekeliruan dalam putusan pengadilan tingkat bawah melalui proses kasasi. MA memiliki wewenang untuk memastikan keseragaman hukum dan menciptakan hukum baru jika diperlukan. Proses kasasi ini menjadi mekanisme penting untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum.
Dalam konteks kasus Ted Sioeng, jika putusan pidana dianggap tidak sesuai, maka proses kasasi dapat menjadi jalan untuk mengajukan keberatan dan meminta pengadilan tingkat lebih tinggi untuk meninjau kembali putusan tersebut. Proses ini menekankan pentingnya sistem peradilan yang berlapis dan mekanisme pengawasan untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Ted Sioeng sendiri telah membantah semua tuduhan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), termasuk tuduhan terkait pinjaman awal sebesar Rp70 miliar yang konon digunakan untuk membeli 135 unit vila.
Kesimpulan
Kasus Ted Sioeng menimbulkan perdebatan penting mengenai batas antara hukum perdata dan pidana di Indonesia. Dukungan dari para pengamat hukum terhadap upaya banding dan pengaduan ke KY menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap potensi ketidakadilan. Peran Mahkamah Agung melalui mekanisme kasasi menjadi kunci dalam memastikan keadilan dan kepastian hukum dalam kasus ini dan kasus serupa di masa mendatang. Kejelasan hukum dan pemahaman yang mendalam tentang unsur-unsur tindak pidana sangat penting untuk mencegah konflik dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan transparan.