Kasus Ted Sioeng: Ahli Tegaskan Tak Bisa Dipidana Karena Sudah Pailit
Saksi ahli menyatakan Ted Sioeng, terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada, tidak dapat dipidana karena telah dinyatakan pailit berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.
![Kasus Ted Sioeng: Ahli Tegaskan Tak Bisa Dipidana Karena Sudah Pailit](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/06/230117.563-kasus-ted-sioeng-ahli-tegaskan-tak-bisa-dipidana-karena-sudah-pailit-1.jpg)
Jakarta, 6 Februari 2024 - Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada yang melibatkan terdakwa Ted Sioeng menghadirkan kejutan. Saksi ahli perdata dan perbankan dari UGM, Nindyo Pramono, secara tegas menyatakan bahwa Ted Sioeng tidak dapat dipidana. Alasannya? Status pailit yang telah disandangnya.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Nindyo Pramono merujuk pada Pasal 29 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal tersebut menyatakan bahwa jika debitur dinyatakan pailit, maka perkara di luar kepailitan menjadi gugur. Ini termasuk perkara peradilan yang sedang berjalan.
Kepailitan sebagai Lex Specialis
Nindyo menjelaskan lebih lanjut bahwa kepailitan berada di bawah asas lex specialis, di mana peraturan khusus menggantikan peraturan umum. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst. yang menetapkan pailitnya Ted Sioeng menjadi dasar argumen ini. Meskipun Ted Sioeng sempat menjadi buronan Interpol pada tahun 2023 dan ditangkap setelah dilaporkan Bank Mayapada atas tuduhan penipuan dan penggelapan, status pailitnya membatalkan proses hukum lainnya.
Menurut Nindyo, mempersoalkan perbedaan peruntukan pinjaman yang dilakukan Ted Sioeng sudah tidak relevan lagi. "Karena kreditur, dalam hal ini bank, yang terpenting adalah kredit tersebut dibayar lunas," jelasnya. Ia mengakui adanya proses pemeriksaan dokumen dan jaminan sebelum pencairan kredit, serta kewajiban bank untuk yakin akan kemampuan nasabah melunasi utang. Hal ini sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan beberapa pasal yang diperbaiki oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Pendapat Ahli Hukum Pidana
Pendapat senada disampaikan oleh Mudzakkir, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII). Ia juga berpendapat bahwa Ted Sioeng tidak dapat dipidanakan atas tuduhan penggelapan dan penipuan. Mudzakkir menyatakan, "Jika proses keperdataan sudah berakhir dan ada putusan inkrah, maka seharusnya proses yang terjadi adalah eksekusi putusan pengadilan niaga mengenai kepailitan, bukan malah pidana." Ia menambahkan bahwa pelaporan dugaan penipuan dan penggelapan tidak tepat karena perjanjian sudah berakhir.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ted Sioeng dengan pasal 378 dan pasal 372 KUHP atas dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp133 miliar milik PT Bank Mayapada Internasional Tbk. Namun, kesaksian para ahli ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kelanjutan kasus ini dan implikasinya terhadap hukum kepailitan di Indonesia.
Kesimpulan
Kesimpulannya, argumen para saksi ahli menekankan pentingnya hukum kepailitan dalam menyelesaikan sengketa keuangan. Status pailit Ted Sioeng, menurut mereka, membatalkan proses hukum pidana yang berjalan. Kasus ini menyoroti kompleksitas interaksi antara hukum perdata dan pidana, khususnya dalam konteks kepailitan. Perkembangan selanjutnya dari kasus ini akan sangat menarik untuk diikuti dan dapat memberikan preseden penting bagi kasus-kasus serupa di masa mendatang.