Penjualan Mobil Menurun: Bukan Soal Daya Beli, Tapi Keraguan Konsumen?
Penurunan penjualan mobil di Indonesia bukan disebabkan daya beli masyarakat yang lemah, melainkan karena konsumen ragu membeli kendaraan di tengah perkembangan teknologi dan transisi ke kendaraan listrik.

Jakarta, 14 Februari 2024 - Penjualan mobil di Indonesia mengalami penurunan. Namun, ahli moneter Cyrillus Harinowo berpendapat, ini bukan karena daya beli masyarakat yang lemah. Kesimpulan ini didapat setelah membandingkan kinerja penjualan sektor ritel, elektronik, dan properti yang tetap tumbuh positif.
Faktor Keraguan, Bukan Daya Beli Lemah
Cyrillus menjelaskan, penurunan penjualan mobil lebih disebabkan oleh keraguan konsumen. "Isu mengenai daya beli yang mempengaruhi penjualan mobil, saya kira mungkin tidak terlalu valid. Saya merasa bahwa penurunan penjualan mobil itu lebih di-drive oleh keraguan orang-orang," ujarnya di Jakarta, Jumat lalu. Ia menilai masyarakat cenderung menunggu dan melihat (wait and see) perkembangan teknologi mobil di masa depan.
Pemerintah gencar mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi sesuai Perjanjian Paris. Hal ini turut mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Padahal, Indonesia memiliki beragam pilihan kendaraan ramah lingkungan, seperti mobil listrik, LCGC, mobil berbahan bakar etanol (flexy fuel), hybrid, dan bahkan bertenaga hidrogen.
Berbagai Opsi Kendaraan Ramah Lingkungan
"Kalau kita hanya melihat mobilnya saja, mobil listrik adalah mobil yang jempolan. Karena dia tidak mengeluarkan emisi," kata Cyrillus. Ia menekankan pentingnya melihat berbagai alternatif solusi untuk menurunkan emisi dan meningkatkan kepercayaan diri masyarakat dalam beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandy Julyanto, menambahkan bahwa perusahaannya menerapkan pendekatan multi-pathway. Strategi ini menawarkan beragam pilihan kendaraan sesuai kebutuhan konsumen, mulai dari mobil listrik, hybrid, hingga bertenaga hidrogen. "Dalam pendekatan multi-pathway sangat penting, di mana kami memberikan berbagai opsi kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Dari kendaraan elektrik, hybrid, hingga kendaraan berbasis hidrogen. Sehingga orang bisa memilih yang sesuai referensi masing-masing," jelasnya.
Dukungan Pemerintah untuk Pengembangan Ekosistem Otomotif
Pemerintah, melalui Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani, menyatakan dukungannya terhadap upaya perusahaan otomotif. Dukungan ini diharapkan dapat mendorong pengembangan ekosistem industri otomotif di Indonesia dan memaksimalkan potensi di dalam negeri.
Eniya menjelaskan, sektor transportasi Indonesia dapat memanfaatkan berbagai sumber energi. "Memang di sektor transportasi kita itu bisa menggunakan berbagai sumber. Dikenalkan dari sumber fosil tadinya, terus fosil yang rendah karbon, lalu ada kombinasi dengan baterai, ada hybrid, lalu ada mungkin potensi untuk etanol, lalu biodiesel, dan berikutnya nanti ada hidrogen," ujarnya. Pernyataan ini menekankan komitmen pemerintah dalam mendukung transisi energi di sektor transportasi.
Kesimpulan
Penurunan penjualan mobil di Indonesia tampaknya lebih dipengaruhi oleh keraguan konsumen terhadap perkembangan teknologi dan pilihan kendaraan masa depan, bukan semata-mata karena daya beli yang lemah. Berbagai upaya dari produsen mobil dan dukungan pemerintah untuk menyediakan beragam pilihan kendaraan ramah lingkungan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pasar otomotif di masa mendatang.