Perjalanan 160 Km: Warga Badui Dalam Rayakan Seba ke Gubernur Banten
Warga Badui Dalam berjalan kaki sejauh 160 kilometer dari kampung halaman mereka di Lebak untuk merayakan upacara Seba dan bersilaturahmi dengan Gubernur Banten, Andra Soni.

Masyarakat Badui Dalam, suku adat di Kabupaten Lebak, Banten, baru-baru ini melakukan perjalanan panjang dan penuh makna. Mereka berjalan kaki sejauh 160 kilometer untuk menghadiri Upacara Seba, sebuah perayaan tahunan yang merupakan ungkapan rasa syukur atas hasil bumi dan sekaligus ajang silaturahmi dengan pemerintah daerah. Upacara Seba tahun ini diselenggarakan pada 2 hingga 3 Mei 2025, dan dihadiri oleh Gubernur Banten, Andra Soni, serta Bupati Lebak, Hasbi Asyidiki.
Perjalanan yang dimulai Minggu siang dan berakhir Senin pagi ini melibatkan 100 perwakilan dari 1.769 warga Badui Dalam dari Kampung Cikeusik, Cibeo, dan Cikawartana. Mereka mengenakan pakaian adat serba putih dan ikat kepala puti, menunjukkan kesakralan acara ini. Agus (45), salah satu warga Badui Dalam yang ikut serta, mengungkapkan rasa senangnya dapat berpartisipasi dalam upacara Seba dan bersilaturahmi dengan para pemimpin daerah. "Kami merasa senang bisa mengikuti upacara sakral Seba dan bersilaturahmi dengan kepala pimpinan daerah," ujarnya.
Tradisi berjalan kaki ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat Badui Dalam, sebagai bagian dari adat istiadat mereka. Berbeda dengan Badui Luar yang lebih terbuka terhadap teknologi modern, Badui Dalam tetap memegang teguh tradisi leluhur, termasuk larangan menggunakan kendaraan bermotor. Perjalanan panjang dan melelahkan ini, menurut Agus, merupakan wujud penghormatan dan pelestarian tradisi yang diwariskan turun-temurun.
Upacara Seba: Tradisi dan Makna
Upacara Seba bukan sekadar perayaan panen. Acara ini juga menjadi simbol penghubung antara masyarakat Badui dengan pemerintah. Ardi (50), warga Badui Dalam lainnya, menjelaskan bahwa upacara ini penting untuk mempererat tali persaudaraan dan menjalin silaturahmi dengan pemimpin daerah yang mereka sebut sebagai 'bapak gede'. Meskipun perjalanan pulang pergi mencapai kurang lebih 180 kilometer, rasa lelah terbayar lunas dengan kebahagiaan dapat melaksanakan tradisi leluhur dan bertemu dengan para pemimpin.
Selama perjalanan, mereka membawa bekal yang relatif terbatas. "Kami makan dan minum relatif terbatas agar berjalan kaki berjalan lancar dari kepulangan dari Kota Serang menuju kampung halaman," jelas Ardi. Hal ini menunjukkan kedisiplinan dan kesederhanaan hidup yang menjadi ciri khas masyarakat Badui.
Djaro Tanggungan 12 Saidi Putra, tokoh masyarakat Badui, menjelaskan bahwa Upacara Seba merupakan bagian penting dari rangkaian adat setelah masa Kawalu, yaitu masa puasa selama tiga bulan yang dijalani oleh masyarakat Badui Dalam untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kawalu juga merupakan periode penutupan akses bagi wisatawan ke pemukiman Badui Dalam.
Pesan Lingkungan dalam Upacara Seba
Dalam upacara Seba, masyarakat Badui Dalam juga menyampaikan pesan penting tentang pelestarian lingkungan. Mereka secara konsisten menekankan pentingnya menjaga kelestarian hutan lindung seluas 52 ribu hektare di kawasan pemukiman Badui, yang merupakan hulu di Banten. Kerusakan hutan, menurut mereka, dapat menyebabkan bencana alam.
Selain menyerahkan hasil bumi seperti pisang, talas, tepung laksa, gula aren, sayuran ja'at dan sayuran iris, mereka juga melaporkan berbagai kejadian selama setahun terakhir di kawasan masyarakat Badui. Upacara ini juga menjadi sarana untuk menjalin silaturahmi dengan pemerintah, agar kehidupan masyarakat Badui tetap aman, damai, dan makmur.
Saidi Putra mengungkapkan rasa bahagianya atas kelancaran pelaksanaan Seba tahun ini, yang disebut sebagai Seba Gede atau Seba Besar, dengan partisipasi 1.769 warga Badui Luar dan 100 warga Badui Dalam. Perjalanan panjang dan penuh makna ini menjadi bukti nyata dari komitmen masyarakat Badui Dalam dalam menjaga tradisi dan melestarikan lingkungan hidup.
Upacara Seba tahun ini menjadi bukti kuat tentang ketahanan budaya dan kearifan lokal masyarakat Badui Dalam. Perjalanan jauh yang mereka tempuh dengan penuh semangat menunjukkan betapa pentingnya tradisi dan silaturahmi bagi mereka. Semoga tradisi ini tetap lestari dan menjadi inspirasi bagi kita semua dalam menjaga budaya dan lingkungan.