Pinsar Desak Pemerintah Revisi Aturan Perunggasan demi Ketahanan Pangan
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) mendesak revisi aturan perunggasan untuk melindungi peternak rakyat dan menjaga ketahanan pangan yang berkeadilan, karena aturan yang ada justru merugikan peternak kecil.

Jakarta, 17 Februari 2024 - Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) menyerukan pemerintah untuk segera meninjau dan merevisi peraturan terkait usaha peternakan rakyat. Tujuannya? Menjaga ketahanan pangan nasional yang berkeadilan dan melindungi kesejahteraan para peternak.
Aturan yang Ada Dinilai Merugikan Peternak Rakyat
Ketua Umum DPP Pinsar, Singgih Januratmoko, yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR, mengungkapkan keprihatinannya. Singgih menyatakan bahwa peternak ayam rakyat atau UMKM justru lebih sejahtera ketika UU No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan masih diterapkan. Undang-undang tersebut secara tegas memprioritaskan kelangsungan hidup peternak rakyat.
Ia juga mengingat dampak positif Keppres No. 22 Tahun 1990. Keppres ini mendorong Kementerian Pertanian membimbing peternak, sehingga peternakan ayam ras dan pedaging rakyat menjadi maju, efisien, dan tangguh. Namun, situasi berubah setelah Keppres No. 85 Tahun 2000 dicabut dan menggantikan Keppres 22/1990. Akibatnya, perusahaan integrator diizinkan untuk ikut serta dalam budidaya ayam.
Kondisi ini membuat peternak ayam mandiri kesulitan bersaing. Mereka kalah saing dengan perusahaan integrator yang memiliki sumber daya lebih besar.
Dampak Negatif Aturan Terhadap Peternak Mandiri
Singgih menambahkan, penerbitan UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang kemudian direvisi dengan UU No. 41 Tahun 2014, juga mempersulit peternak rakyat atau UMKM yang modalnya terbatas. Banyaknya aturan administrasi membuat peternak rakyat kolaps dan membuka peluang bagi perusahaan besar untuk menguasai sektor perunggasan.
Peternak rakyat kesulitan bersaing karena integrator memiliki rantai produksi lengkap, mulai dari bibit DOC (Day Old Chick), pakan, obat-obatan, hingga distribusi ayam ke pasar. Hal ini membuat peternak rakyat UMKM mandiri sangat bergantung pada integrator.
Akibatnya, hanya broker dan peternak yang bermitra dengan integrator yang memperoleh keuntungan. Peternak rakyat hanya mendapatkan porsi pasar di bawah 20 persen, dan 13 juta pekerja yang menggantungkan hidup dari peternakan rakyat mandiri terancam kehilangan pekerjaan.
Solusi: Revisi Aturan dan Perlindungan Peternak
Pinsar berharap pemerintah merevisi undang-undang yang ada untuk mencegah monopoli perdagangan di bidang peternakan. Revisi ini penting untuk membantu peternak dan UMKM mengatasi masalah kerusakan harga pasaran ayam selama proses pendistribusian.
Singgih menegaskan komitmen Pinsar mendukung program ketahanan pangan, namun tanpa revisi aturan, kemandirian pangan hanya akan mengorbankan peternak UMKM yang jumlahnya kini kurang dari 20 persen. Ia menekankan perlunya perlindungan bagi peternak rakyat agar mereka dapat bersaing secara adil.
Dukungan dari DPR
Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi, menyatakan akan meminta pemerintah meninjau peraturan yang ada. Fokusnya adalah untuk menyejahterakan rakyat, khususnya peternak. Ia berharap agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menyejahterakan peternak rakyat agar ketahanan pangan dapat berpegang pada prinsip berkeadilan. Salah satu contohnya adalah peran Bulog dalam menampung ayam peternak sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP).