PJU Lombok Tak Merata: Anggota DPR Sorot Ketimpangan Pajak dan Penerangan
Anggota DPR RI Rachmat Hidayat soroti ketimpangan penerangan jalan umum (PJU) di Pulau Lombok, NTB, akibat ketidakmerataan distribusi pajak penerangan jalan umum (PPJU).

Anggota DPR RI Rachmat Hidayat menyoroti permasalahan penerangan jalan umum (PJU) di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dinilai tidak merata. Meskipun masyarakat telah membayar pajak penerangan jalan umum (PPJU) melalui tagihan listrik PLN, banyak jalan di Pulau Lombok masih gelap gulita, terutama di luar Kota Mataram. Ketimpangan ini terjadi di Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Lombok Utara, sementara Kota Mataram menikmati penerangan jalan yang memadai.
Rachmat, yang merupakan anggota Komisi I DPR RI dan Ketua DPD PDIP NTB, menyatakan bahwa keadilan dalam perpajakan tidak hanya soal pembayaran, tetapi juga soal pemerataan manfaatnya. Ia menekankan hak seluruh masyarakat yang telah membayar PPJU untuk mendapatkan penerangan jalan yang layak. Setelah perayaan Idul Fitri, Rachmat dan koleganya melakukan pemantauan langsung dan menemukan kondisi jalan raya yang gelap di sebagian besar wilayah Pulau Lombok.
Menurutnya, kesenjangan antara pembayaran PPJU dan manfaat yang diterima masyarakat sudah berlangsung bertahun-tahun. Banyak pelanggan PLN di daerah pedesaan atau terpencil tetap dikenakan PPJU, tetapi tidak menikmati penerangan jalan sama sekali. Rachmat menegaskan bahwa hal ini menunjukkan ketidakadilan distribusi manfaat PPJU dan menuntut adanya audit menyeluruh terhadap tata kelola PPJU.
Audit dan Pemetaan PPJU di Pulau Lombok
Rachmat menginstruksikan seluruh Fraksi PDIP di DPRD kabupaten/kota di Pulau Lombok untuk mengambil tindakan. Ia menuntut dilakukannya audit menyeluruh terhadap tata kelola PPJU dan pemetaan kebutuhan penerangan jalan di setiap daerah agar distribusi manfaat pajak lebih merata. Pemerintah daerah harus membuat pemetaan wilayah yang minim penerangan dan menyusun rencana pengadaan serta pemeliharaannya.
Alokasi pajak PPJU harus proporsional berdasarkan kebutuhan penerangan di setiap wilayah, dengan prioritas pada jalan protokol, jalan pemukiman, dan jalan pedesaan yang belum memiliki penerangan. Pemetaan ini juga bertujuan untuk memastikan skema tarif PPJU adil dan tidak menguntungkan hanya pelanggan di perkotaan.
Rachmat juga menyoroti efektivitas penggunaan dana PPJU yang terkesan lebih difokuskan pada jalan-jalan utama, sementara jalan di permukiman dan pedesaan tetap gelap. Pemeliharaan dan efisiensi pengelolaan infrastruktur PJU juga perlu diperhatikan, karena banyak lampu jalan yang mati atau rusak dalam waktu lama tanpa perbaikan.
Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan PPJU
Rachmat mengungkapkan ketidakadaan standar pelayanan minimal untuk perbaikan dan pemeliharaan penerangan jalan, membuat layanan ini terkesan tidak akuntabel. Ia menekankan perlunya mekanisme yang jelas dan terukur dalam penggunaan dana PPJU untuk pemeliharaan rutin, termasuk target perbaikan lampu jalan dalam waktu tertentu.
Selain itu, Rachmat juga menyoroti potensi penyimpangan dalam penggunaan PPJU, di mana dana tersebut dapat digunakan untuk keperluan lain di luar penerangan jalan, seperti belanja pegawai atau proyek daerah yang tidak terkait. Ia menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana PPJU agar manfaatnya benar-benar kembali kepada masyarakat.
“Pajak untuk rakyat. Manfaatnya pun harus kembali ke rakyat,” tegas Rachmat.
Kesimpulannya, permasalahan PJU di Pulau Lombok menyoroti pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan pemerataan dalam pengelolaan pajak. Audit menyeluruh dan pemetaan kebutuhan penerangan jalan menjadi langkah krusial untuk memastikan keadilan dan efektivitas penggunaan dana PPJU.