Polri Buka Peluang Tersangka Baru Kasus Pagar Laut Tangerang
Bareskrim Polri menahan empat tersangka kasus dugaan pemalsuan sertifikat di Tangerang dan membuka peluang adanya tersangka lain yang terlibat dalam kasus tersebut.

Polri membuka peluang adanya tersangka baru dalam kasus dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) wilayah pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Empat tersangka telah ditahan, yaitu Kepala Desa Kohod, Sekretaris Desa Kohod, dan dua penerima kuasa. Penahanan dilakukan untuk mencegah pelarian tersangka dan menghilangkan barang bukti. Kasus ini melibatkan pembuatan dan penggunaan surat-surat palsu untuk mengklaim kepemilikan tanah.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, menyatakan bahwa kemungkinan adanya tersangka lain sangat besar. Hal ini dikarenakan para tersangka yang telah ditahan tidak mungkin bertindak sendiri dalam proses pemalsuan sertifikat yang rumit dan melibatkan banyak tahapan. "Pasti (ada tersangka lain). Itu karena dia (tersangka lainnya) tidak berdiri sendiri," ujar Brigjen Pol. Djuhandhani.
Proses penyidikan kasus ini terus dikembangkan secara profesional dan bertahap. Polri berkomitmen untuk menelusuri seluruh rangkaian tindakan yang dilakukan para tersangka hingga munculnya SHGB palsu. "Proses yang dilakukan oleh tersangka sampai dengan munculnya SHGB ini kan panjang. Step by step kami berharap kita bisa melaksanakan penyidikan sehingga apa yang kita laksanakan penyidikan benar-benar semuanya bisa terjangkau oleh hukum," tambah Brigjen Pol. Djuhandhani.
Kronologi dan Tersangka
Keempat tersangka yang telah ditahan adalah Kepala Desa Kohod (Arsin), Sekretaris Desa Kohod (UK), dan dua penerima kuasa (SP dan CE). Mereka diduga telah bersama-sama membuat dan menggunakan surat-surat palsu, termasuk girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, dan surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat. Dokumen-dokumen palsu ini dibuat sejak Desember 2023 hingga November 2024.
Penahanan dilakukan untuk mencegah para tersangka melarikan diri dan menghilangkan barang bukti yang mungkin masih belum ditemukan. Polri juga khawatir para tersangka akan mengulangi perbuatannya. "Karena kemungkinan ada barang bukti lain yang belum kami temukan. Lalu, dikhawatirkan mereka akan mengulangi perbuatan lagi," jelas Brigjen Pol. Djuhandhani.
Setelah penahanan, penyidik akan segera melengkapi berkas perkara dan berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum (JPU) untuk proses persidangan di pengadilan. Proses hukum akan terus berlanjut untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Langkah Selanjutnya dan Implikasi
Polri menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini. Proses pengembangan kasus akan terus dilakukan untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain. Langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya termasuk memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti tambahan. Hal ini penting untuk memastikan semua pihak yang bertanggung jawab atas pemalsuan sertifikat dapat diproses secara hukum.
Kasus ini memiliki implikasi yang luas, terutama terkait dengan keamanan dan kepastian hukum atas kepemilikan tanah. Pemalsuan sertifikat tanah merupakan kejahatan serius yang dapat merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, Polri berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengurus dokumen kepemilikan tanah dan melaporkan segala kecurigaan terkait pemalsuan dokumen.
Dengan terungkapnya kasus ini, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang berniat melakukan tindakan serupa. Polri berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum dalam rangka melindungi hak-hak masyarakat dan memastikan kepastian hukum di Indonesia.
Proses hukum yang transparan dan akuntabel sangat penting dalam kasus ini. Publik menantikan perkembangan selanjutnya dan berharap agar semua pihak yang terlibat dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Polri diharapkan dapat memberikan informasi secara berkala kepada publik terkait perkembangan kasus ini.