Revisi UU Penyiaran: DPR Ingin Aturan Relevan hingga 50 Tahun Mendatang
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, mendorong revisi UU Penyiaran agar relevan hingga 50 tahun mendatang, mengakomodasi era digital dan melindungi anak muda dari konten negatif.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menekankan perlunya revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran agar tetap relevan dan bermanfaat hingga 20 hingga 50 tahun mendatang. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan sejumlah lembaga penyiaran di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (10/3).
Menurut Dave, UU Penyiaran yang berlaku saat ini dinilai sudah ketinggalan zaman karena masih berfokus pada sistem penyiaran analog, sementara dunia penyiaran telah beralih ke era digital. Ia menambahkan, "Tinggal produk-produk hukum turunan ke bawahnya itu yang bisa menyesuaikan perkembangan zaman." Oleh karena itu, revisi UU ini menjadi sangat krusial.
Lebih lanjut, Dave menjelaskan bahwa revisi UU Penyiaran tidak hanya sekadar mengubah sistem penyiaran, tetapi juga harus memperhatikan aspek konten dan dampaknya terhadap masyarakat, khususnya generasi muda. Perubahan mendasar diperlukan untuk menghadapi tantangan di era digital yang serba cepat ini.
Menuju UU Penyiaran yang Berkelanjutan
Dave Laksono menyoroti pentingnya mempelajari sistem penyiaran di negara lain sebagai referensi dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Penyiaran. Hal ini bertujuan untuk mendukung dan memperkuat industri penyiaran lokal. Ia mengatakan, "Apakah selain soal pemancarnya, konten yang disediakannya, ini semua saling berkaitan, karena ini menopang kehidupan khalayak banyak juga."
RUU ini, menurutnya, harus mampu mengatur dan melindungi generasi muda dari konten-konten negatif yang mudah diakses melalui gawai pintar. Dave menekankan pentingnya perlindungan bagi anak-anak agar terhindar dari pengaruh buruk konten digital. "Inilah gunanya Undang-Undang Penyiaran kita ini untuk kita bisa beri perlindungan dan memberikan pengamanan kepada anak-anak kita sehingga generasi kita ke depan jangan sampai tergerus akhlaknya," tegasnya.
Selain itu, proses penyusunan RUU ini harus melibatkan berbagai pihak dan mempertimbangkan masukan dari berbagai kalangan agar terhindar dari kekurangan yang berpotensi menyebabkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, UU yang dihasilkan akan lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Perlindungan Anak di Era Digital
Salah satu poin penting yang diangkat dalam revisi UU Penyiaran adalah perlindungan anak dari konten negatif di dunia digital. Anak-anak saat ini sangat terpapar berbagai jenis konten melalui gawai pintar, sehingga perlu adanya regulasi yang kuat untuk melindungi mereka.
RUU Penyiaran yang baru diharapkan mampu memberikan solusi atas permasalahan ini. Regulasi yang komprehensif dan efektif sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan sehat bagi anak-anak Indonesia.
Dengan adanya regulasi yang tepat, diharapkan dapat mencegah dampak negatif dari konten digital terhadap perkembangan anak, baik dari segi moral maupun psikologis.
Masukan dan Partisipasi Publik
Dave Laksono berharap RUU Penyiaran yang baru tidak terkesan 'asal jadi' dan benar-benar mengakomodasi berbagai masukan dari berbagai pihak. Proses penyusunan yang partisipatif dan transparan akan menghasilkan UU yang lebih baik dan berkelanjutan.
Partisipasi publik dalam penyusunan RUU ini sangat penting untuk memastikan bahwa UU yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, UU Penyiaran yang baru dapat menjadi landasan yang kuat bagi perkembangan industri penyiaran di Indonesia.
Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan revisi UU Penyiaran dapat menjadi solusi yang tepat dan komprehensif untuk menghadapi tantangan di era digital.
Kesimpulannya, revisi UU Penyiaran merupakan langkah penting untuk memastikan industri penyiaran Indonesia tetap relevan dan mampu melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari dampak negatif konten digital. Proses revisi yang transparan dan partisipatif akan menghasilkan UU yang lebih baik dan berkelanjutan.