Media Nasional Terancam Mati Perlahan, DPR Dorong Revisi UU Penyiaran
Anggota Komisi I DPR RI menyoroti UU Penyiaran yang usang dan mendesak revisi untuk menyelamatkan media nasional dari persaingan tidak sehat dengan media digital.

Jakarta, 9 Mei 2024 - Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menyampaikan keprihatinannya terhadap nasib media penyiaran nasional. Beliau mengungkapkan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang telah berusia lebih dari dua dekade, perlu direvisi segera. Jika tidak, media penyiaran nasional terancam mati perlahan karena kalah bersaing dengan platform digital.
Undang-Undang Penyiaran yang ada saat ini dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan ekosistem media terkini. Ledakan konten digital yang tidak terikat pada regulasi penyiaran konvensional menciptakan persaingan yang tidak sehat. Amelia menekankan, "Kompetisi tidak sehat antara media sosial yang personal dan media penyiaran yang harus taat regulasi dan etik," ujarnya di Jakarta, Jumat lalu.
Kegagalan beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital, menurut Amelia, akan berdampak fatal bagi media penyiaran nasional. Hal ini akan mengancam salah satu pilar penting demokrasi, yaitu akses masyarakat terhadap informasi yang akurat dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, revisi UU Penyiaran bukan hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut fondasi demokrasi itu sendiri.
Tantangan Media Penyiaran di Era Digital
Amelia memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi media penyiaran saat ini. Salah satunya adalah asimetri regulasi. Media penyiaran harus tunduk pada aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), perizinan, dan kode etik jurnalistik, sementara konten digital personal yang viral bebas dari berbagai regulasi tersebut. Kondisi ini menciptakan ketidakadilan dalam persaingan.
Selain itu, monetisasi digital yang tidak adil juga menjadi masalah. Platform global menguasai sebagian besar keuntungan dari iklan digital, sementara media nasional berjuang keras untuk mempertahankan keberlangsungan bisnisnya. Situasi ini berpotensi meningkatkan disinformasi dan polarisasi, karena masyarakat cenderung lebih percaya pada konten viral daripada jurnalisme faktual.
Amelia menambahkan, "Fenomena tersebut, kata dia, akan sangat membahayakan bagi masyarakat." Kondisi ini jelas mengancam kualitas informasi publik dan berpotensi memicu berbagai masalah sosial.
Upaya DPR Merevisi UU Penyiaran
Komisi I DPR RI berkomitmen untuk merumuskan Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang lebih adil dan seimbang. Rancangan UU tersebut akan memastikan adanya keadilan dalam ekosistem informasi, sehingga media penyiaran dan media digital mendapatkan perlakuan yang setara, namun tetap bertanggung jawab.
Transparansi algoritma platform digital juga menjadi fokus perhatian. Amelia mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengkaji penerapan prinsip publisher rights untuk memastikan media lokal mendapatkan kompensasi yang adil atas konten yang mereka hasilkan. Hal ini penting untuk menjaga keberlangsungan media lokal dan mencegah monopoli informasi oleh platform global.
Perlindungan masyarakat dari konten berbahaya, seperti hoaks, ujaran kebencian, dan konten manipulatif, juga menjadi prioritas. Revisi UU Penyiaran diharapkan dapat memberikan payung hukum yang kuat untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif konten digital.
Menjaga Keberlangsungan Media Penyiaran untuk Demokrasi
Amelia menegaskan bahwa keberlanjutan media penyiaran bukan hanya soal bisnis dan teknologi, tetapi juga soal menjaga kesadaran kolektif bangsa. Demokrasi hanya dapat berjalan dengan baik jika informasi yang diterima masyarakat akurat dan terpercaya. "Dan informasi hanya bisa dipercaya jika lahir dari ekosistem yang adil dan bertanggung jawab," tegasnya.
Revisi UU Penyiaran menjadi langkah krusial untuk memastikan media penyiaran nasional dapat bertahan dan menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi. Dengan menciptakan ekosistem media yang adil dan bertanggung jawab, diharapkan kualitas informasi publik dapat terjaga dan masyarakat terhindar dari dampak negatif disinformasi dan polarisasi.