Rupiah Melemah 144 Poin, Sentuh Rp16.448 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 144 poin pada penutupan perdagangan Jumat, mencapai Rp16.448 per dolar AS, didorong oleh ketidakpastian kebijakan tarif AS dan peningkatan inflasi.
![Rupiah Melemah 144 Poin, Sentuh Rp16.448 per Dolar AS](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/220213.466-rupiah-melemah-144-poin-sentuh-rp16448-per-dolar-as-1.jpg)
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah cukup signifikan pada perdagangan Jumat. Kurs rupiah terpantau turun 144 poin, atau 0,88 persen, hingga mencapai Rp16.448 per dolar AS. Sebelumnya, kurs rupiah berada di level Rp16.304 per dolar AS.
Pelemahan ini berlanjut hingga Senin, dengan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat kurs rupiah di level Rp16.453 per dolar AS, menurun dari Rp16.312 per dolar AS pada hari sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan tren pelemahan yang berkelanjutan.
Menurut Josua Pardede, Kepala Ekonom Permata Bank, ancaman tarif baru Presiden AS Donald Trump terhadap Kanada dan Meksiko menjadi salah satu faktor utama pelemahan rupiah. Ancaman ini mengakibatkan penguatan indeks dolar AS dan secara otomatis melemahkan mata uang negara lain, termasuk rupiah. "Presiden AS Donald Trump menegaskan kembali ancaman tarif terhadap Kanada dan Meksiko (yang membuat indeks dolar AS menguat dan melemahkan kurs rupiah)," jelas Josua kepada ANTARA.
Presiden Trump telah menandatangani perintah eksekutif untuk menerapkan tarif 25 persen pada barang impor dari Kanada dan Meksiko, serta tarif 10 persen untuk barang impor dari China. Beliau juga berencana memberlakukan tarif tambahan pada berbagai produk, termasuk aluminium, farmasi, minyak, dan gas. Meskipun Trump menyatakan tarif yang berlaku efektif mulai Selasa (4/2/2025) tidak akan meningkatkan inflasi domestik AS, pernyataan tersebut justru meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global.
Ketidakpastian ini turut mendorong penguatan dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia, termasuk rupiah. "Rupiah melemah karena meningkatnya ketidakpastian mengenai kebijakan tarif AS," tegas Josua. Situasi ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar keuangan terhadap kebijakan ekonomi global.
Selain faktor kebijakan AS, data ekonomi AS juga turut berkontribusi pada pelemahan rupiah. Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index AS pada Desember 2024 meningkat dari 2,4 persen menjadi 2,6 persen year on year (yoy), sesuai dengan prediksi pasar. Personal Spending AS juga naik menjadi 0,7 persen, melampaui estimasi 0,5 persen.
Kenaikan ini mencerminkan peningkatan permintaan konsumen di AS, yang selanjutnya memperkuat dolar AS. "(Ini) mencerminkan permintaan konsumen yang lebih kuat, dan berkontribusi terhadap apresiasi dolar AS," pungkas Josua. Kondisi ini menunjukkan adanya pengaruh kuat dari kinerja ekonomi AS terhadap nilai tukar rupiah.
Kesimpulannya, pelemahan rupiah yang signifikan ini dipengaruhi oleh dua faktor utama: ketidakpastian kebijakan tarif AS dan peningkatan permintaan konsumen di AS yang mendorong penguatan dolar AS. Perkembangan ekonomi global dan kebijakan pemerintah AS akan terus menjadi faktor penentu bagi nilai tukar rupiah ke depannya.