Rupiah Melemah: Eskalasi Perang Dagang Global dan Penguatan Dolar AS
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS disebabkan peningkatan ketegangan perdagangan global, terutama antara AS dan China, serta kondisi ketenagakerjaan AS yang kuat yang mendorong penguatan dolar AS.
![Rupiah Melemah: Eskalasi Perang Dagang Global dan Penguatan Dolar AS](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/10/170106.649-rupiah-melemah-eskalasi-perang-dagang-global-dan-penguatan-dolar-as-1.jpg)
Rupiah Tertekan Perang Dagang AS-China
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Pelemahan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran akan eskalasi perang dagang global, khususnya antara Amerika Serikat dan China. Pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi, menjelaskan bahwa kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden AS Donald Trump, berupa kenaikan tarif impor baja dan aluminium sebesar 25 persen, telah meningkatkan kecemasan pasar akan dampak negatif terhadap perekonomian global.
"Trump mengumumkan tarif baru sebesar 25 persen untuk semua impor baja dan aluminium. Langkah ini telah meningkatkan kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan perdagangan dan dampak potensialnya terhadap ekonomi global" ujar Assuabi dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Balasan China dan Dampaknya
Sebagai bentuk balasan atas kebijakan tarif impor AS, China juga memberlakukan tarif tambahan 15 persen terhadap sejumlah komoditas impor dari AS, termasuk batu bara dan gas alam cair (LNG). Sejumlah barang lainnya dari AS juga dikenai bea masuk 10 persen. Langkah tit-for-tat ini semakin memperkeruh suasana dan menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Situasi ini mencerminkan kompleksitas hubungan ekonomi global dan bagaimana kebijakan proteksionis suatu negara dapat berdampak signifikan pada negara lain, termasuk Indonesia. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang dagang ini membuat investor cenderung lebih berhati-hati dan mencari aset yang lebih aman, seperti dolar AS, sehingga meningkatkan permintaan terhadap dolar dan menekan nilai tukar rupiah.
Kondisi Ketenagakerjaan AS yang Kuat
Selain faktor eksternal berupa perang dagang, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menunjuk pada kondisi ketenagakerjaan AS yang masih solid sebagai faktor pendorong penguatan dolar AS dan pelemahan rupiah. Data menunjukkan penurunan tingkat pengangguran AS pada Januari 2025 menjadi 4,0 persen dari sebelumnya 4,1 persen. Kenaikan upah juga tercatat sebesar 0,5 persen, meningkat dari 0,3 persen sebelumnya. Ekspektasi inflasi juga naik menjadi 4,3 persen dari 3,3 persen sebelumnya.
"Hasil data ini tentu saja mendukung penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya," kata Ariston. Kondisi ekonomi AS yang kuat ini meningkatkan daya tarik dolar AS sebagai mata uang safe haven dan mendorong investor untuk berinvestasi di AS, sehingga meningkatkan permintaan dolar dan menekan mata uang lainnya, termasuk rupiah.
Dampak terhadap Rupiah
Pada penutupan perdagangan Jumat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menguat 75 poin (0,46 persen) menjadi Rp16.358 per dolar AS. Namun, dampak dari ketegangan perdagangan global dan penguatan dolar AS tetap memberikan tekanan terhadap rupiah. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga melemah ke level Rp16.350 per dolar AS dari Rp16.325 per dolar AS.
Pergerakan nilai tukar rupiah ke depannya akan sangat bergantung pada perkembangan situasi geopolitik dan ekonomi global. Jika perang dagang AS-China terus berlanjut dan dolar AS tetap kuat, tekanan terhadap rupiah diperkirakan akan berlanjut. Sebaliknya, jika terjadi de-eskalasi perang dagang dan ekonomi global membaik, rupiah berpotensi untuk menguat kembali.
Kesimpulan
Pelemahan rupiah merupakan dampak gabungan dari peningkatan ketegangan perdagangan global dan kondisi ekonomi AS yang positif. Perang dagang AS-China menciptakan ketidakpastian yang menekan nilai tukar rupiah, sementara penguatan dolar AS akibat kondisi ketenagakerjaan AS yang solid semakin memperlemah rupiah. Situasi ini membutuhkan kewaspadaan dan strategi yang tepat dari pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.