Rupiah Diperkirakan Melemah: Negosiasi AS-China dan Dampaknya pada Ekonomi Indonesia
Nilai tukar rupiah diperkirakan melemah akibat penguatan dolar AS setelah negosiasi AS-China berhasil menekan tarif barang impor, di tengah indikator ekonomi dalam negeri yang kurang menggembirakan.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan melemah. Hal ini disebabkan oleh hasil negosiasi antara Amerika Serikat dan China yang berhasil menekan tarif barang impor dari China ke AS. Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa penurunan tarif ini berdampak positif pada perekonomian AS, sehingga menyebabkan penguatan dolar AS.
Penguatan dolar AS ini terjadi setelah sebelumnya sempat tertekan karena kekhawatiran pasar akan penurunan daya beli di AS akibat kenaikan tarif barang impor dari China. Namun, dengan diturunkannya tarif tersebut, persepsi pasar berbalik dan dolar AS kembali menguat. Ariston Tjendra menambahkan bahwa indeks dolar AS pagi ini masih menunjukkan penguatan, dan nilai tukar regional pun terlihat melemah terhadap dolar AS.
Selain faktor eksternal dari negosiasi AS-China, kondisi ekonomi dalam negeri juga turut mempengaruhi pergerakan rupiah. Tingkat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tinggi pada kuartal pertama tahun ini menjadi indikator potensi pelambatan ekonomi Indonesia. Ditambah lagi, Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I-2025 yang masih sulit menembus angka 5 persen, mengindikasikan melemahnya konsumsi domestik.
Dampak Negosiasi AS-China terhadap Rupiah
Negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan China telah memberikan dampak yang signifikan terhadap nilai tukar mata uang global, termasuk rupiah. Keberhasilan kedua negara dalam mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif barang impor dari China telah meningkatkan optimisme pasar terhadap perekonomian AS. Hal ini kemudian mendorong penguatan dolar AS di pasar internasional.
Penguatan dolar AS ini berdampak langsung pada pelemahan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Rupiah, yang selama ini cenderung rentan terhadap fluktuasi nilai tukar dolar AS, diperkirakan akan mengalami tekanan pelemahan dalam beberapa waktu ke depan. Kondisi ini diperparah dengan indikator ekonomi dalam negeri yang menunjukkan sinyal-sinyal pelemahan.
Ariston Tjendra memprediksi potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS hingga ke angka Rp16.680, dengan potensi support di kisaran Rp16.500. Meskipun pada pembukaan perdagangan Kamis pagi rupiah sempat menguat 1 poin menjadi Rp16.561 per dolar AS, prediksi pelemahan ini tetap menjadi perhatian bagi pelaku pasar.
Indikator Ekonomi Dalam Negeri dan Tekanan terhadap Rupiah
Selain faktor eksternal, kondisi ekonomi dalam negeri juga memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Tingginya angka PHK di kuartal pertama tahun ini menjadi sinyal peringatan akan potensi perlambatan ekonomi. Hal ini menunjukkan penurunan daya beli masyarakat dan berdampak pada penurunan permintaan barang dan jasa.
PDB kuartal I-2025 yang masih di bawah 5 persen semakin memperkuat kekhawatiran tersebut. Angka ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum optimal dan membutuhkan stimulus untuk mendorong peningkatan konsumsi domestik. Kondisi ini membuat rupiah semakin rentan terhadap tekanan eksternal, terutama dari penguatan dolar AS.
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi potensi pelemahan rupiah yang lebih dalam. Peningkatan daya saing ekspor, pengendalian inflasi, dan stimulus ekonomi menjadi beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia dan menstabilkan nilai tukar rupiah.
Secara keseluruhan, pelemahan rupiah merupakan dampak gabungan dari faktor eksternal berupa penguatan dolar AS akibat negosiasi AS-China dan faktor internal berupa indikator ekonomi dalam negeri yang kurang menggembirakan. Penting bagi pemerintah dan Bank Indonesia untuk terus memantau perkembangan situasi dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.