RUU Kepariwisataan: Adaptasi Global dan Keterlibatan Semua Pihak
Anggota DPR RI Novita Hardini menekankan pentingnya revisi UU Pariwisata agar adaptif terhadap tantangan global, melibatkan semua pemangku kepentingan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat lokal, khususnya dalam pengembangan event internasional.
Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, mendorong revisi Undang-Undang (UU) Kepariwisataan agar mampu menghadapi tantangan global. Pernyataan ini disampaikan Senin lalu di Kompleks Parlemen, Jakarta, saat Komisi VII menggelar rapat kerja dengan Kementerian Pariwisata untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Revisi UU ini sangat penting karena sektor pariwisata berkontribusi besar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sekitar 4-5 persen.
Adaptasi Terhadap Tantangan Global
Novita menekankan perlunya adaptasi terhadap berbagai tantangan global, seperti perubahan iklim, pandemi, dan fluktuasi ekonomi. RUU ini harus mampu mengakomodasi semua hal tersebut agar sektor pariwisata Indonesia tetap tangguh dan berkelanjutan. Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan mendadak, seperti pandemi misalnya, akan menjadi kunci keberhasilan pariwisata ke depan.
Keterlibatan Semua Pihak
Selain tantangan global, Novita juga menyoroti pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam proses revisi UU ini. Pelaku industri pariwisata, masyarakat lokal, dan akademisi harus dilibatkan agar regulasi yang dihasilkan komprehensif dan diterima semua pihak. Inklusivitas ini penting untuk memastikan keberhasilan UU dan menghindari kebijakan yang hanya menguntungkan sebagian pihak.
Strategi Pengembangan Event Internasional
Lebih lanjut, Novita meminta pemerintah menjelaskan strategi pengembangan event internasional seperti sports tourism, festival budaya, dan MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions). Penting untuk memastikan pengembangan event-event ini tidak merugikan masyarakat lokal. Contohnya, isu yang berkembang terkait Forum Masyarakat Borobudur yang menyoroti dampak kebijakan pariwisata di Candi Borobudur terhadap masyarakat sekitar.
Proses Pembahasan RUU
Proses pembahasan RUU Kepariwisataan ini telah dimulai sejak 15 Juli 2024 setelah Pimpinan DPR RI mengirimkan surat kepada pemerintah. Pemerintah merespon dengan Surat Presiden pada 5 September 2024. Setelah pembahasan awal dan mendengarkan pandangan pemerintah serta membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM), DPR sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU ini ke periode selanjutnya.
Kesimpulan
Revisi UU Kepariwisataan ini diharapkan mampu menjawab tantangan global dan memberikan dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat. Keterlibatan semua pihak, mulai dari pelaku industri hingga masyarakat lokal, sangat krusial untuk memastikan keberhasilan regulasi ini. Transparansi dan strategi yang jelas dari pemerintah juga diperlukan agar manfaatnya bisa dirasakan secara merata.
Novita berharap Menteri Pariwisata dapat menjelaskan bagaimana kebijakan ini dirancang agar menguntungkan semua pihak, termasuk masyarakat lokal. Hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan sektor pariwisata Indonesia dan kesejahteraan masyarakat.