Setelah Paus Fransiskus, Siapakah Kandidat Paus Baru dari Asia atau Afrika?
Kematian Paus Fransiskus membuka peluang bagi pemimpin Gereja Katolik dari Asia atau Afrika, dengan Kardinal Peter Turkson dan Luis Antonio Tagle sebagai kandidat kuat.

Paus Fransiskus, pemimpin spiritual bagi 1,3 miliar umat Katolik di dunia, telah meninggal dunia pada Senin di Vatikan pada usia 88 tahun setelah sakit berkepanjangan. Kematian beliau menandai momen krusial bagi Gereja Katolik, di mana Dewan Kardinal akan kembali berkumpul untuk memilih penerusnya dalam sebuah proses konklaf yang khidmat dan rahasia di Kapel Sistina Vatikan. Untuk pertama kalinya, terdapat peluang besar bagi seorang pemimpin Gereja Katolik yang berasal dari Asia atau Afrika, wilayah yang selama ini kurang terwakili dalam hierarki tertinggi Gereja.
Proses pemilihan Paus baru melibatkan para kardinal berusia di bawah 80 tahun yang memiliki hak suara. Mereka akan melakukan beberapa putaran pemungutan suara hingga seorang calon paus berhasil meraih dukungan dua pertiga suara. Proses ini dipenuhi dengan antisipasi dan spekulasi, mengingat potensi pergeseran pengaruh dalam Gereja Katolik menuju negara-negara Selatan.
Meninggalnya Paus Fransiskus, yang lahir di Buenos Aires, Argentina pada 17 Desember 1936, mengakhiri satu dekade kepemimpinan yang penuh dengan cinta dan kontroversi. Kini, perhatian dunia tertuju pada para kandidat potensial, yang beberapa di antaranya berasal dari luar Eropa, menandai babak baru dalam sejarah Gereja Katolik.
Kandidat-Kandidat Potensial Paus Baru
Beberapa nama telah mencuat sebagai kandidat kuat untuk menjadi Paus berikutnya. Di antara mereka, terdapat beberapa tokoh berpengaruh dari Afrika dan Asia yang mewakili potensi perubahan signifikan dalam kepemimpinan Gereja Katolik.
Kardinal Peter Turkson, mantan Uskup Agung Cape Coast berusia 76 tahun, merupakan salah satu pemimpin gereja dari Afrika yang paling energetik dan dihormati di dunia. Ditunjuk sebagai Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2003, ia memainkan peran penting di bawah kepemimpinan Paus Fransiskus sebagai kepala Dewan Pontifikal untuk Keadilan dan Perdamaian. Turkson dikenal sebagai pembela isu perubahan iklim, kemiskinan, dan keadilan ekonomi. Jika terpilih, ia akan menjadi Paus berkulit hitam pertama dalam sejarah Gereja Katolik, sebuah tonggak sejarah yang akan semakin memperkuat hubungan antara Gereja Katolik dan Afrika.
Kardinal Luis Antonio Tagle, mantan Uskup Agung Manila yang sering disebut sebagai 'Fransiskus dari Asia', merupakan kandidat kuat lainnya. Usia 67 tahun, ia kini menjabat sebagai Prefek Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa. Dikenal sebagai kardinal yang liberal, Tagle selalu memperjuangkan keadilan sosial, inklusivitas, dan kasih bagi kaum miskin dan terpinggirkan. Jika terpilih, ia akan menjadi Paus pertama dari Asia, sebuah momen bersejarah bagi Gereja Katolik.
Kardinal Pietro Parolin, berusia 70 tahun, menjabat sebagai Kardinal Sekretaris Negara di bawah Paus Fransiskus sejak tahun 2013. Ia memainkan peran penting dalam negosiasi antara Vatikan dengan pemerintah China dan negara-negara Timur Tengah. Sebagai salah satu pejabat paling berpengalaman di Vatikan, ia juga telah bertugas di Dewan Kardinal sejak tahun 2014. Parolin dikenal karena konsistensinya dalam menyuarakan keprihatinan terhadap perubahan iklim, kemiskinan, dan keadilan ekonomi.
Kardinal Peter Erdő, Uskup Agung Esztergom-Budapest sejak tahun 2003, mewakili potensi pemilihan Paus dari Eropa Timur. Jika terpilih, ia akan menjadi Paus kedua yang berasal dari bekas negara komunis Eropa setelah Paus Yohanes Paulus II dari Polandia.
Selain keempat kardinal tersebut, beberapa kandidat lain juga berpotensi menjadi Paus, termasuk Kardinal Robert Sarah dari Guinea, Kardinal Matteo Zuppi dari Italia, dan Kardinal Mario Grech dari Malta.
Proses pemilihan Paus baru ini akan menjadi momen bersejarah bagi Gereja Katolik. Hasilnya akan menentukan arah dan kebijakan Gereja Katolik di masa depan, serta mencerminkan perubahan dinamika global dalam Gereja tersebut.