Sidang Etik AKBP Fajar: Bukti Menguatkan Pemecatan, Saksi Ahli Psikologi Dihadirkan
Sidang etik AKBP Fajar Widyadharma terus bergulir dengan sejumlah saksi dihadirkan, termasuk ahli psikologi, menguatkan dugaan pelanggaran etik dan potensi pemecatan.

Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada, yang menjadi tersangka kasus dugaan asusila dan penyalahgunaan narkoba, telah berlangsung pada Senin, 17 Maret 2024 di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta. Sidang yang dimulai pukul 10.00 WIB dan masih berlangsung hingga pukul 17.36 WIB ini menghadirkan sejumlah saksi kunci dari berbagai latar belakang, untuk mengungkap kronologi kejadian dan memperkuat bukti-bukti yang ada.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, menyatakan bahwa sidang etik tersebut menghadirkan saksi-saksi dari berbagai pihak, termasuk pihak hotel, ahli psikologi, dan individu yang terlibat dalam peristiwa dugaan asusila. Selain itu, saksi yang memeriksa urine AKBP Fajar juga dihadirkan untuk memastikan adanya kandungan narkoba dalam tubuhnya. Proses pemeriksaan ini juga meliputi pemeriksaan barang bukti untuk memperkuat konstruksi peristiwa yang terjadi.
Menurut Kompolnas, perkembangan konstruksi peristiwa selama sidang semakin menguatkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan AKBP Fajar. Terungkapnya lebih dari satu hotel yang terlibat dalam kasus ini semakin memperjelas gambaran situasi dan memperkuat keyakinan Kompolnas bahwa AKBP Fajar akan dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Saksi Ahli dan Bukti yang Diperkuat
Hadirnya saksi ahli psikologi dalam sidang etik ini menunjukkan keseriusan KKEP dalam mengungkap kasus tersebut secara komprehensif. Kehadiran saksi ahli ini diharapkan dapat memberikan analisis yang objektif terkait aspek psikologis dari kasus yang melibatkan AKBP Fajar. Selain itu, pengakuan Kompolnas mengenai terungkapnya lebih dari satu hotel yang terlibat dalam kasus ini menunjukkan bahwa investigasi KKEP telah berhasil mengungkap fakta-fakta baru yang signifikan.
Pemeriksaan terhadap barang bukti juga menjadi bagian penting dalam sidang etik ini. Barang bukti yang diperiksa diharapkan dapat memperkuat konstruksi peristiwa dan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kronologi kejadian. Hal ini menunjukkan komitmen KKEP untuk memastikan proses hukum yang adil dan transparan.
Proses pemeriksaan saksi dan barang bukti ini menunjukkan bahwa KKEP bekerja secara profesional dan teliti dalam menangani kasus ini. Hal ini penting untuk memastikan bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada AKBP Fajar sesuai dengan pelanggaran etik yang telah dilakukan.
Dugaan Pelanggaran Etik AKBP Fajar
Berdasarkan hasil pemeriksaan Divisi Propam Polri, AKBP Fajar diduga melakukan sejumlah pelanggaran etik yang serius. Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, menjelaskan bahwa AKBP Fajar diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur (berusia 6, 13, dan 16 tahun) dan satu orang dewasa (20 tahun). Lebih lanjut, AKBP Fajar juga diduga merekam perbuatan asusila tersebut dan mengunggahnya ke situs atau forum pornografi anak di darkweb.
Selain dugaan pelecehan seksual, AKBP Fajar juga diduga sebagai pengguna narkoba. Meskipun hasil pemeriksaan awal telah menunjukkan hal tersebut, Polri masih akan mendalami lebih lanjut terkait hal ini. Dugaan-dugaan pelanggaran etik ini menunjukkan betapa seriusnya tindakan yang dilakukan oleh AKBP Fajar dan betapa pentingnya proses sidang etik ini untuk memberikan keadilan dan penegakan hukum.
Motif di balik tindakan AKBP Fajar masih dalam penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang. Namun, keseluruhan bukti yang ada menunjukkan adanya pelanggaran berat terhadap Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang dilakukan oleh AKBP Fajar.
Kesimpulan
Sidang etik AKBP Fajar Widyadharma yang menghadirkan berbagai saksi dan bukti-bukti kuat menunjukkan komitmen penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus ini. Hasil sidang ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan, serta menjadi pembelajaran bagi seluruh anggota Polri untuk senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi dan hukum yang berlaku.