Dittipid PPA Dampingi Korban Asusila Mantan Kapolres Ngada, Tersangka Terancam Hukuman Berat
Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan narkoba; Dittipid PPA Polri mendampingi korban dan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan penegakan hukum yang adil.

Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS), resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan penyalahgunaan narkoba. Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO) Polri saat ini tengah aktif mendampingi para korban, memastikan proses hukum berjalan transparan dan berkeadilan. Peristiwa ini mengejutkan publik dan menimbulkan keprihatinan luas terkait tindakan mantan perwira polisi tersebut.
Kasus ini terungkap setelah Dittipid PPA-PPO Polri bekerja sama dengan berbagai instansi, termasuk Dinas Sosial UPTD PPA Kupang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kompolnas, dan Kementerian Sosial. Pendampingan komprehensif diberikan kepada para korban, meliputi pendampingan selama pemeriksaan, bantuan hukum, perlindungan, dan pemeriksaan psikologi. Hal ini bertujuan untuk memulihkan kondisi psikologis korban dan memastikan mereka mendapatkan keadilan.
Brigjen Pol. Nurul Azizah, Direktur Dittipid PPA-PPO Polri, menegaskan komitmen pihaknya untuk memastikan proses hukum berjalan lancar dan adil. Kerja sama intensif dengan Ditreskrimum Polda NTT juga dilakukan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini. "Kami berkomitmen untuk memberikan pendampingan terbaik bagi para korban dan memastikan pelaku mendapatkan sanksi yang setimpat," ujar Brigjen Pol. Nurul Azizah dalam konferensi pers di Gedung Divhumas Polri.
Tersangka Diduga Lakukan Pelanggaran Etik Berat
FWLS dijerat dengan pasal berlapis karena dugaan penyalahgunaan narkoba, pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan atau perzinahan di luar ikatan pernikahan yang sah, serta merekam dan menyebarluuskan video pelecehan seksual tersebut. Tindakannya dinilai sebagai pelanggaran etik berat bagi seorang anggota kepolisian.
Korban pelecehan seksual yang dilakukan FWLS terdiri dari tiga anak di bawah umur (berusia 6, 13, dan 16 tahun) dan seorang dewasa (20 tahun). Parahnya lagi, FWLS diduga merekam aksi bejatnya dan mengunggah video tersebut ke situs atau forum pornografi anak di darkweb. Polri masih menyelidiki motif di balik perbuatan keji tersebut.
Hasil penyelidikan lebih lanjut oleh Divpropam Polri juga menemukan fakta bahwa FWLS positif menggunakan narkoba. Hal ini semakin memperparah kasus yang menjeratnya. Saat ini, FWLS ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri dan akan menjalani sidang etik pada Senin, 17 Maret 2025.
Pendampingan Komprehensif untuk Korban
Dittipid PPA-PPO Polri memberikan pendampingan yang menyeluruh kepada para korban, dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Pendampingan ini sangat penting untuk membantu para korban memulihkan kondisi psikologis dan mental mereka setelah mengalami trauma yang mendalam.
Bantuan hukum juga diberikan untuk memastikan hak-hak korban terlindungi dan pelaku mendapat hukuman yang setimpal. Kerja sama antar-instansi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi anak dan perempuan dari kekerasan seksual.
Proses pendampingan ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan keadilan bagi para korban. Polri berkomitmen untuk terus mengusut tuntas kasus ini dan memberikan perlindungan maksimal kepada para korban.
Polri juga menekankan pentingnya pencegahan kasus serupa di masa mendatang. Upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya kekerasan seksual dan melindungi anak-anak dari kejahatan seksual.
Kesimpulan
Penetapan FWLS sebagai tersangka merupakan langkah penting dalam penegakan hukum. Pendampingan terhadap korban dan proses hukum yang transparan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan seksual serta perlunya pengawasan ketat terhadap perilaku anggota kepolisian.