Sidang Etik Mantan Kapolres Ngada: Terancam PTDH Atas Dugaan Asusila dan Narkoba
Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar, menjalani sidang etik di Divpropam Polri terkait dugaan asusila terhadap anak di bawah umur, perzinahan, dan penyalahgunaan narkoba; terancam pemecatan.

Divisi Propam Polri menggelar sidang etik terhadap AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perbuatan asusila dan penyalahgunaan narkoba. Sidang yang digelar pada Senin, 17 Maret 2024 di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, diawasi langsung oleh Komisioner Kompolnas, Choirul Anam. Proses persidangan difokuskan pada konstruksi peristiwa kasus, bukan hanya pada pelanggaran etik semata.
Kompolnas meyakini AKBP Fajar akan dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena beratnya pelanggaran yang dilakukan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Brigjen Pol. Agus Wijayanto, Karowabprof Divpropam Polri, yang mengategorikan pelanggaran tersebut sebagai pelanggaran berat. Sidang etik ini menjadi sorotan publik mengingat posisi AKBP Fajar sebagai penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh teladan.
Polri menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan Divpropam. Ia diduga melanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dengan melakukan tindakan asusila yang melibatkan anak di bawah umur, perzinahan, penyalahgunaan narkoba, serta menyebarkan konten pornografi anak melalui darkweb. Kasus ini menimbulkan keprihatinan publik dan mencoreng citra Polri.
Sidang Etik Fokus pada Konstruksi Peristiwa
Choirul Anam dari Kompolnas menjelaskan bahwa fokus sidang etik kali ini adalah pada konstruksi peristiwa yang terjadi. Hal ini berbeda dengan sidang etik pada umumnya yang lebih berfokus pada pelanggaran etik. Dengan demikian, sidang ini akan menyelidiki secara detail kronologi kejadian, motif pelaku, dan dampak dari tindakan yang dilakukan AKBP Fajar.
Pihak Kompolnas hadir untuk mengawasi jalannya sidang etik dan memastikan prosesnya berjalan adil dan transparan. Kehadiran Kompolnas ini menunjukkan komitmen Polri dalam menangani kasus ini secara serius dan akuntabel. Hasil sidang etik ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak.
Brigjen Pol. Agus Wijayanto, Karowabprof Divpropam Polri, telah menyatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan AKBP Fajar masuk kategori berat. Pernyataan ini semakin memperkuat prediksi bahwa AKBP Fajar akan dijatuhi sanksi PTDH. Sanksi tersebut merupakan konsekuensi logis dari perbuatannya yang telah melanggar kode etik dan hukum yang berlaku.
Dugaan Pelecehan Seksual dan Penyalahgunaan Narkoba
Berdasarkan keterangan resmi Polri, AKBP Fajar diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur (berusia 6, 13, dan 16 tahun) dan satu orang dewasa (20 tahun). Ia juga diduga merekam aksi tersebut dan mengunggahnya ke situs pornografi anak di darkweb. Polri masih menyelidiki motif di balik perbuatan tersebut.
Selain dugaan pelecehan seksual, AKBP Fajar juga terbukti sebagai pengguna narkoba berdasarkan pemeriksaan awal. Polri akan mendalami lebih lanjut terkait penyalahgunaan narkoba ini. Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan internal di tubuh Polri untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang.
Perbuatan AKBP Fajar tidak hanya melanggar kode etik kepolisian, tetapi juga merupakan kejahatan serius yang dapat dijerat dengan sanksi pidana. Proses hukum terhadap AKBP Fajar akan terus berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Polri berkomitmen untuk menindak tegas setiap anggotanya yang melakukan pelanggaran hukum dan kode etik.
Dampak Kasus Terhadap Citra Polri
Kasus ini menimbulkan dampak negatif terhadap citra Polri. Perbuatan AKBP Fajar yang melibatkan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba sangat mencoreng nama baik institusi kepolisian. Oleh karena itu, Polri perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri. Polri perlu menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dan kode etik bagi seluruh anggotanya. Kepercayaan publik merupakan modal utama bagi Polri dalam menjalankan tugasnya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
Sidang etik ini diharapkan dapat memberikan pelajaran berharga bagi seluruh anggota Polri untuk senantiasa menjunjung tinggi kode etik dan hukum yang berlaku. Polri harus terus berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pengawasan internal untuk mencegah terjadinya pelanggaran etik dan hukum di masa mendatang.
Dengan adanya sidang etik ini, diharapkan kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh anggota Polri untuk senantiasa menjaga integritas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas. Polri harus terus berupaya untuk meningkatkan kepercayaan publik dan menjadi institusi yang terpercaya dan dihormati oleh masyarakat.