DPR Desak Mabes Polri Pecat Kapolres Ngada Tersangka Kasus Narkoba dan Pencabulan Anak
Wakil Ketua Komisi III DPR RI mendesak Mabes Polri memecat Kapolres Ngada nonaktif karena terlibat kasus narkoba dan pencabulan anak, serta meminta kasus diungkap transparan.

Kupang, 11 Maret 2024 - Dugaan penyalahgunaan narkoba dan pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur yang melibatkan Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, telah menggemparkan publik. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Benny K Harman, langsung angkat bicara dan mendesak Mabes Polri untuk mengambil tindakan tegas. Kasus ini terungkap setelah penangkapan AKBP Fajar oleh Divisi Propam Polri pada 20 Februari lalu di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Desakan pemecatan disampaikan Benny K Harman melalui pernyataan resmi. Ia menekankan perlunya tindakan tegas dan cepat dari Mabes Polri terhadap oknum polisi yang telah mencoreng citra institusi. "Mabes Polri harus berhentikanlah, langsung dipecat saja itu," tegasnya saat dihubungi dari Kupang, Selasa siang. Kasus ini bukan hanya menyangkut penyalahgunaan narkoba, tetapi juga tindakan pencabulan terhadap tiga anak dengan usia yang berbeda, yaitu 3, 12, dan 14 tahun. Parahnya lagi, AKBP Fajar diduga merekam aksi kejahatannya dan mengunggahnya ke situs porno luar negeri.
Benny K Harman juga menyoroti pentingnya pengungkapan jaringan dan modus operandi pelaku. Ia mendesak Mabes Polri untuk melakukan investigasi menyeluruh, termasuk kemungkinan keterlibatan anggota Polri lainnya dalam kasus peredaran narkoba ini. "Perlu Mabes Polri juga periksa yang bersangkutan, jangan-jangan jaringan penggunaan narkobanya," ujarnya. Ia juga meminta transparansi dari Mabes Polri dalam mengungkap kasus ini kepada publik, memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya kepada masyarakat terkait perkembangan penanganan kasus tersebut.
Tuntutan Transparansi dan Proses Hukum
Selain mendesak pemecatan, Benny K Harman juga meminta Mabes Polri untuk memproses AKBP Fajar secara hukum. Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada tersebut tidak hanya melanggar kode etik kepolisian, tetapi juga merupakan kejahatan serius yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum. "Siapapun itu yang melakukan pelanggaran seperti itu harus dipecat," tambahnya. Pernyataan ini menunjukkan sikap tegas DPR RI dalam menangani kasus ini dan memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra, telah membenarkan penangkapan AKBP Fajar. Sementara itu, Plt. Kepala Dinas PPPA Kupang, Imelda Manafe, mengungkapkan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan AKBP Fajar terhadap tiga anak. Video kekerasan seksual tersebut, menurut Imelda Manafe, diunggah oleh AKBP Fajar ke situs porno luar negeri. Hal ini semakin memperkuat desakan DPR RI agar Mabes Polri segera menyelesaikan kasus ini secara tuntas dan transparan.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan dan perlindungan anak. Tindakan tegas dan transparan dari Mabes Polri sangat diharapkan untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang. Publik menantikan langkah konkret Mabes Polri dalam mengungkap seluruh fakta dan memproses hukum AKBP Fajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kronologi dan Dampak Kasus
AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ditangkap pada 20 Februari 2024 di Kupang, NTT. Penangkapan ini dilakukan oleh Divisi Propam Polri terkait dugaan penyalahgunaan narkoba dan tindakan asusila. Kasus ini kemudian berkembang dengan terungkapnya dugaan pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur. Kejadian ini telah menimbulkan kekecewaan dan kemarahan publik, khususnya terhadap institusi Polri.
Pengungkapan kasus ini juga menjadi perhatian Komisi III DPR RI. Mereka mendesak Mabes Polri untuk bertindak cepat dan tegas, serta menuntut transparansi dalam proses penyelesaian kasus. Ketegasan ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi Polri dan memberikan efek jera bagi oknum polisi yang melakukan pelanggaran hukum.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan anak dan pencegahan kekerasan seksual. Lembaga terkait diharapkan dapat meningkatkan upaya perlindungan anak dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya melaporkan kasus kekerasan seksual.
Peristiwa ini juga menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan internal di tubuh Polri. Mekanisme pengawasan internal perlu diperkuat untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Kepercayaan publik terhadap Polri sangat penting, dan kasus ini menjadi ujian bagi institusi tersebut untuk membuktikan komitmennya dalam menegakkan hukum dan melindungi masyarakat.
Kesimpulannya, kasus ini menuntut respons cepat, tegas, dan transparan dari Mabes Polri. Pemecatan dan proses hukum terhadap AKBP Fajar adalah langkah awal yang penting, namun juga perlu dilakukan investigasi menyeluruh untuk mengungkap jaringan dan modus operandi yang terlibat, serta meningkatkan pengawasan internal di tubuh Polri.