Aktivis Perempuan Desak Polri Pecat Kapolres Ngada yang Diduga Cabuli Tiga Anak
Aktivis perempuan dan anak di NTT mendesak Mabes Polri memecat Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, yang diduga mencabuli tiga anak di bawah umur dan terbukti positif narkoba.

Kasus dugaan pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur yang dilakukan oleh Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, telah menggegerkan Nusa Tenggara Timur (NTT). Perbuatan tersebut diperparah dengan temuan positif narkoba jenis sabu pada pelaku. Aktivis perempuan dan anak pun angkat bicara, mendesak Mabes Polri untuk mengambil tindakan tegas.
Sarah Lery Mboeik, aktivis perempuan dan anak asal NTT, dengan tegas meminta Kapolres tersebut dipecat dan dipidanakan. Pernyataan tersebut disampaikannya saat ditemui di Mapolda NTT pada Selasa lalu. Ia menyayangkan perilaku oknum polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, justru melakukan tindakan kriminal yang sangat tercela.
Korban pencabulan terdiri dari tiga anak perempuan berusia 3, 12, dan 14 tahun. Yang lebih mengejutkan, pelaku merekam aksi bejatnya dan mengirimkan video tersebut ke situs porno luar negeri. Kasus ini menjadi sorotan tajam dan memicu keprihatinan publik atas perlindungan anak di Indonesia.
Desakan Pecat Kapolres dan Pencegahan Kasus serupa
Sarah Lery Mboeik menekankan pentingnya kasus ini sebagai pembelajaran bagi seluruh polda di Indonesia. Ia mendesak agar setiap polda melakukan pengecekan internal untuk mencegah terulangnya kasus serupa. "Jangan sampai bukan hanya satu kapolres, jangan sampai ada juga yang lain," tegas mantan anggota DPD tersebut. Ia menambahkan perlunya kerja keras dari setiap pemimpin wilayah dan polda untuk menelusuri kasus-kasus serupa.
Menurut Sarah, perbuatan Fajar merupakan contoh buruk bagi polisi-polisi muda. Kasus ini bukan hanya tentang pencabulan, tetapi juga tentang pelanggaran kode etik kepolisian dan penyalahgunaan wewenang. Tindakan tegas dari Mabes Polri diharapkan dapat mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Perbuatan Kapolres Ngada yang terbukti positif narkoba semakin memperburuk citra kepolisian. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan berkala dan pengawasan ketat terhadap anggota kepolisian untuk memastikan integritas dan profesionalitas mereka.
Sorotan Terhadap Angka Kekerasan Seksual di NTT
Libby Sinlaeloe, Direktur Rumah Perempuan NTT, turut menyoroti tingginya angka kekerasan seksual di NTT, khususnya yang menimpa anak-anak. Ia mengungkapkan bahwa kasus kekerasan seksual menempati posisi kedua setelah kekerasan dalam rumah tangga di wilayah tersebut. Kondisi ini menjadi perhatian serius dan membutuhkan penanganan yang komprehensif.
Libby menekankan pentingnya pendampingan psikososial intensif bagi para korban, terutama anak-anak yang mengalami trauma mendalam. "Korban dengan usia yang sangat muda, misalnya 3 tahun, 11 tahun, atau 15 tahun, perlu pendampingan khusus agar bisa pulih dari trauma yang berpotensi membekas seumur hidup," ujarnya. Pendampingan ini sangat krusial untuk membantu korban memulihkan diri dan mencegah dampak jangka panjang dari trauma yang dialaminya.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual. Perlu adanya sinergi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat luas, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi.
Peristiwa ini juga menyoroti perlunya reformasi internal di kepolisian untuk memastikan integritas dan profesionalitas anggota. Tindakan tegas dan transparan dari Mabes Polri sangat diharapkan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.