Sri Mulyani Bantah Deflasi Akibat Pelemahan Daya Beli Masyarakat
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa deflasi Indonesia bukan disebabkan oleh penurunan daya beli, melainkan intervensi pemerintah melalui berbagai kebijakan strategis.

Jakarta, 13 Maret 2025 - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan klarifikasi terkait deflasi ekonomi Indonesia yang terjadi pada Februari 2025. Beliau membantah anggapan bahwa deflasi tersebut merupakan akibat dari pelemahan daya beli masyarakat. Penjelasan ini disampaikan dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025 di Jakarta.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan inflasi lebih disebabkan oleh intervensi pemerintah melalui kebijakan strategis yang menekan harga barang dan jasa. Salah satu contohnya adalah penurunan harga tiket pesawat dan diskon listrik yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa deflasi yang terjadi bukan merupakan indikator negatif ekonomi, melainkan hasil dari kebijakan pemerintah yang terarah.
Menkeu menekankan bahwa interpretasi deflasi sebagai tanda lesunya perekonomian adalah keliru. Justru, menurutnya, deflasi yang dialami Indonesia merupakan prestasi mengingat banyak negara lain masih berjuang mengatasi inflasi yang tinggi. "Banyak yang memberikan interpretasi kita deflasi karena masyarakat lesu. Tidak juga," tegas Sri Mulyani.
Kebijakan Pemerintah sebagai Faktor Utama Deflasi
Sri Mulyani merinci sejumlah kebijakan pemerintah yang berkontribusi terhadap deflasi. Penurunan harga tiket pesawat, yang dimungkinkan oleh insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP), menjadi salah satu faktor penting. Selain itu, diskon listrik 50 persen selama dua bulan pertama tahun 2025 dan diskon tarif tol menjelang Lebaran juga turut berperan signifikan.
Program mudik gratis yang digagas pemerintah juga dinilai efektif mengurangi pengeluaran masyarakat. Dengan demikian, intervensi pemerintah dalam mengatur harga barang dan jasa, khususnya administered price, menjadi faktor utama penurunan inflasi. Sri Mulyani menyebut, komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 9,02 persen secara tahunan (yoy).
Lebih lanjut, Menkeu menekankan bahwa deflasi yang terjadi bukanlah indikasi menurunnya permintaan masyarakat. Justru, menurutnya, hal ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah situasi global yang menantang. "Jadi, ini adalah salah satu pencapaian Indonesia untuk stabilitas yang luar biasa bagus," tuturnya.
Data BPS: Deflasi 0,09 Persen dan Daya Beli Terjaga
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,09 persen secara tahunan (yoy) pada Februari 2025. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebut deflasi ini sebagai yang pertama kali terjadi sejak Maret 2000. Ia menjelaskan bahwa deflasi tersebut dipengaruhi oleh diskon tarif listrik yang diberikan kepada pelanggan PLN dengan daya 2.200 VA atau lebih rendah.
Komponen harga diatur pemerintah memberikan kontribusi sebesar 1,77 persen terhadap deflasi tahunan. Meskipun demikian, Amalia menegaskan bahwa komponen inti dan komponen bergejolak (volatile) masih mengalami inflasi. Komponen inti, misalnya, masih mengalami inflasi sebesar 2,48 persen yoy. Meskipun terjadi deflasi secara keseluruhan, BPS menyatakan bahwa daya beli masyarakat masih relatif terjaga.
Kesimpulannya, pemerintah berhasil menjaga stabilitas ekonomi dengan berbagai kebijakan yang menekan inflasi. Deflasi yang terjadi bukanlah indikasi pelemahan daya beli, melainkan hasil dari intervensi pemerintah yang terencana dan terarah. Pemerintah berhasil mencapai stabilitas ekonomi yang luar biasa di tengah tantangan global.