Diskon Listrik Jadi Faktor Utama Deflasi Awal 2025, Benarkah Daya Beli Masyarakat Menurun?
Ekonom konfirmasi diskon listrik sebagai faktor utama deflasi awal 2025, meskipun penurunan daya beli masyarakat juga turut andil.

Deflasi yang terjadi pada awal tahun 2025 telah menjadi sorotan publik. Berbagai analisis bermunculan untuk menjelaskan fenomena ini. Salah satu faktor kunci yang diidentifikasi adalah intervensi pemerintah, khususnya kebijakan diskon listrik 50 persen selama Januari dan Februari 2025. Namun, apakah hanya kebijakan pemerintah yang menjadi penyebabnya? Peran penurunan daya beli masyarakat juga tak bisa diabaikan.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, membenarkan bahwa diskon listrik menjadi faktor utama deflasi. Namun, ia menekankan bahwa penurunan daya beli masyarakat juga memberikan pengaruh signifikan. "Diskon listrik merupakan faktor kunci (deflasi), tetapi penurunan daya beli juga sangat berpengaruh. Penjualan beberapa produk kebutuhan rakyat mengalami penurunan secara tahunan secara nasional," ujar Wijayanto dalam wawancara dengan ANTARA di Jakarta.
Data Indeks Penjualan Riil (IPR) Bank Indonesia (BI) pada Januari 2025 memperkuat argumen ini. IPR tercatat sebesar 211,5, atau mengalami kontraksi 4,7 persen (mtm) secara bulanan. Angka ini menjadi indikator kuat atas melemahnya daya beli masyarakat. Meskipun ada peningkatan penjualan pada kelompok peralatan informasi dan komunikasi serta sandang menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, penurunan terbesar justru terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Analisis Data Penjualan Eceran
Wijayanto lebih lanjut menjelaskan bahwa inflasi tidak selalu berkaitan dengan peningkatan daya beli. "Inflasi tidak selalu terkait dengan daya beli yang naik. Data BI menunjukkan bahwa penjualan eceran Januari terkontraksi 4,7 persen, lalu Februari juga diprediksikan akan terkontraksi. Penjualan eceran/ritel ini indikasi paling sahih terkait daya beli," tegasnya. Meskipun penjualan eceran diprediksi tumbuh 0,8 persen (mtm) pada Februari 2025, didorong oleh peningkatan penjualan peralatan informasi dan komunikasi, sandang, dan bahan bakar kendaraan bermotor menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, kontraksi pada Januari tetap menjadi perhatian.
Data penjualan eceran ini menjadi bukti nyata dampak penurunan daya beli. Penurunan penjualan di berbagai sektor, terutama pada kebutuhan pokok, menunjukkan adanya perlambatan konsumsi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kebijakan pemerintah yang menekan inflasi, kondisi ekonomi masyarakat masih perlu diperhatikan.
Meskipun penjualan ritel diprediksi meningkat di bulan Februari, peningkatan ini terutama didorong oleh peningkatan penjualan menjelang hari raya. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi masih bersifat situasional dan belum sepenuhnya menunjukan pemulihan daya beli masyarakat secara menyeluruh.
Pandangan Menteri Keuangan
Di sisi lain, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, memiliki pandangan berbeda. Ia menekankan bahwa deflasi sebesar 0,09 persen (yoy) pada Februari 2025 bukan disebabkan oleh lesu ekonomi masyarakat, melainkan dampak dari kebijakan strategis pemerintah. "Banyak yang memberikan interpretasi kita deflasi karena masyarakat lesu. Tidak juga," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan harga terjadi pada komponen harga yang diatur pemerintah (administered price). Hal ini disebabkan oleh berbagai kebijakan, termasuk diskon listrik 50 persen, insentif PPN DTP untuk tiket pesawat, diskon tarif tol, dan program mudik gratis. Menurutnya, kebijakan-kebijakan tersebut berhasil menekan inflasi dan deflasi lebih disebabkan oleh intervensi pemerintah, bukan penurunan permintaan.
Ia juga menilai bahwa deflasi ini merupakan prestasi bagi Indonesia, mengingat banyak negara lain yang masih berjuang menghadapi inflasi tinggi. "Jadi, ini adalah salah satu pencapaian Indonesia untuk stabilitas yang luar biasa bagus," tuturnya.
Kesimpulannya, meskipun terdapat perbedaan pandangan mengenai penyebab deflasi, baik diskon listrik maupun penurunan daya beli masyarakat sama-sama berperan. Pemerintah berhasil menekan inflasi melalui berbagai kebijakan, namun kondisi ekonomi masyarakat tetap perlu dipantau dan dikaji lebih lanjut untuk memastikan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.