Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2025 Diprediksi di Bawah 5 Persen
Ekonom Wijayanto Samirin memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2025 di bawah 5 persen akibat penurunan daya beli dan deflasi, meskipun ada inflasi tipis diprediksi terjadi pada Maret 2025.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 akan berada di bawah 5,0 persen. Prediksi ini didasarkan pada beberapa faktor utama, terutama penurunan daya beli masyarakat dan deflasi yang terjadi di awal tahun. Prediksi ini disampaikan Wijayanto kepada ANTARA di Jakarta, Selasa (4/3).
Salah satu faktor penyebab utama adalah berkurangnya stimulus ekonomi berupa bantuan sosial (bansos) yang masif pada awal tahun 2024 menjelang Pilpres dan Pileg. "Jika kita berbicara data year-on-year (yoy), sulit bagi daya beli rakyat awal tahun 2025 untuk melampaui awal tahun 2024 mengingat pada awal 2024 puluhan triliun bansos dibagikan," ujar Wijayanto. Ketiadaan bansos tersebut berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat di awal tahun 2025.
Deflasi tahunan yang terjadi di awal tahun 2025 juga menjadi faktor pendukung prediksi tersebut. Deflasi ini mencerminkan adanya tekanan pada permintaan domestik. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,09 persen secara tahunan (yoy) pada Februari 2025, yang merupakan pertama kalinya sejak Maret 2000. Deflasi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk diskon tarif listrik dan penurunan daya beli masyarakat.
Analisis Deflasi dan Inflasi
Deflasi Februari 2025 sebagian besar dipengaruhi oleh diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan PLN dengan daya 2.200 VA atau lebih rendah. Suplai bahan pangan yang stabil juga berkontribusi pada deflasi. Namun, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) mengalami deflasi sebesar 9,02 persen (yoy), memberikan kontribusi deflasi sebesar 1,77 persen (yoy). Meskipun demikian, inflasi inti dan harga bergejolak masih mencatat kenaikan harga secara tahunan.
Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, seperti cabai rawit, bawang putih, dan ikan segar, berkontribusi pada inflasi tahunan. Amalia menambahkan bahwa komponen inti memberikan andil inflasi terbesar, sebesar 1,58 persen. Komponen harga bergejolak juga mengalami inflasi tahunan sebesar 0,56 persen, namun kontribusinya terhadap inflasi tahunan hanya sebesar 0,10 persen. Komoditas seperti cabai rawit, bawang putih, kangkung, bawang merah, ikan segar, minyak goreng, kopi bubuk, dan sigaret turut berkontribusi pada inflasi ini.
BPS mencatat deflasi bulanan sebesar 0,48 persen (mtm) pada Februari 2025, dengan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,99 pada Januari menjadi 105,48 pada Februari. Secara tahunan (yoy), deflasi sebesar 0,09 persen terjadi, dan secara tahun kalender (ytd) deflasi mencapai 1,24 persen. Diskon tarif listrik berkontribusi besar terhadap deflasi ini, sebesar 1,47 persen pada Januari dan 0,67 persen pada Februari. Tanpa diskon listrik, inflasi ytd seharusnya mencapai 0,9 persen.
Wijayanto memprediksi kemungkinan inflasi tipis akan terjadi pada Maret 2025, mengingat diskon listrik telah berakhir dan Lebaran jatuh di bulan Maret, lebih cepat 11 hari dari tahun sebelumnya.
Dampak terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Penurunan daya beli dan deflasi yang terjadi berdampak signifikan terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dampak dari penurunan daya beli masyarakat cukup besar. Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat guna mendorong peningkatan daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Data BPS menunjukkan adanya tren deflasi yang perlu diwaspadai. Meskipun inflasi tipis diprediksi terjadi pada Maret, perlu adanya antisipasi dan strategi yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di masa mendatang. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kebijakan fiskal dan moneter, untuk mengatasi tantangan ini.
Secara keseluruhan, prediksi pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen pada kuartal I 2025 menjadi sinyal penting bagi pemerintah dan stakeholders terkait untuk melakukan evaluasi dan mengambil langkah-langkah strategis dalam rangka menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.