Tahukah Anda? Usulan Pilkada Sistem Asimetris Berpotensi Hemat Anggaran Triliunan Rupiah
Wacana Pilkada Sistem Asimetris kembali mencuat, diusulkan oleh Ketua IKADIP IPDN. Sistem ini disebut mampu menghemat anggaran negara hingga triliunan rupiah. Benarkah demikian?

Wacana evaluasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) kembali mengemuka di tengah publik. Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Organisasi Ikatan Alumni Doktor Ilmu Pemerintahan (IKADIP) IPDN, Achmad Baidowi, mengusulkan sebuah pendekatan baru.
Ia memperkenalkan konsep Pilkada Sistem Asimetris, sebuah model yang mengombinasikan metode pemilihan langsung dan tidak langsung. Usulan ini diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai tantangan dalam penyelenggaraan pilkada saat ini.
Sistem ini tidak hanya bertujuan untuk efisiensi anggaran negara yang besar, tetapi juga untuk meminimalisir potensi konflik horizontal yang kerap terjadi. Baidowi menekankan bahwa pilkada hanyalah sarana, sementara tujuan utama demokrasi adalah kesejahteraan rakyat.
Konsep dan Dasar Konstitusi Pilkada Sistem Asimetris
Pilkada Sistem Asimetris menawarkan fleksibilitas dalam menentukan mekanisme pemilihan kepala daerah. Menurut Achmad Baidowi, sistem ini dapat diimplementasikan dengan berbagai skema, misalnya gubernur dan wakil gubernur dipilih oleh DPRD, sementara bupati/walikota dan wakilnya dipilih secara langsung oleh rakyat, atau sebaliknya.
Dasar konstitusi untuk sistem ini merujuk pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Baidowi menegaskan bahwa frasa 'demokratis' tidak selalu harus diartikan sebagai pemilihan langsung, sejalan dengan sila keempat Pancasila yang mengedepankan musyawarah perwakilan.
Model asimetris ini bukanlah hal baru dalam praktik ketatanegaraan Indonesia. Dua provinsi, yakni DKI Jakarta dan DI Yogyakarta, telah menerapkan kekhususan dalam pemilihan kepala daerahnya melalui undang-undang tersendiri. Landasan hukum untuk kekhususan ini terdapat pada Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, yang mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa.
Efisiensi Anggaran dan Dampak Sosial Pilkada Asimetris
Salah satu argumen utama di balik usulan Pilkada Sistem Asimetris adalah potensi efisiensi anggaran negara yang signifikan. Baidowi menyoroti bahwa anggaran pelaksanaan pilkada saat ini mencapai Rp41 triliun, belum termasuk biaya politik yang harus dikeluarkan oleh masing-masing kandidat.
Dengan menyederhanakan sistem pemilihan melalui pendekatan asimetris, penghematan anggaran yang besar dapat tercapai. Dana yang berhasil dihemat tersebut kemudian dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan program-program kesejahteraan rakyat, sehingga tujuan demokrasi untuk menciptakan kemakmuran dapat lebih mudah tercapai.
Selain aspek anggaran, sistem asimetris juga diharapkan dapat mengurangi potensi timbulnya konflik horizontal di masyarakat. Pilkada seringkali menjadi pemicu polarisasi dan ketegangan sosial. Dengan mengurangi intensitas kompetisi langsung di beberapa tingkatan pemerintahan, diharapkan stabilitas sosial dapat lebih terjaga.
Achmad Baidowi menekankan bahwa pilkada hanyalah sebuah sarana untuk memilih pemimpin, bukan tujuan akhir dari demokrasi itu sendiri. Fokus utama harus tetap pada pencapaian kesejahteraan rakyat, dan sistem pemilihan harus mendukung tujuan tersebut dengan cara yang paling efisien dan harmonis.