Tata Kelola Pertanian Berkelanjutan: Kunci Pasar Global, Fokus RSI
Rumah Sawit Indonesia (RSI) menekankan pentingnya tata kelola pertanian berkelanjutan untuk menembus pasar global, khususnya Uni Eropa, dan akan menggelar konferensi internasional di Medan pada 19-20 Februari 2025 untuk membahas tantangan dan peluangnya.

Persaingan global semakin ketat, khususnya dalam hal akses pasar Uni Eropa untuk produk pertanian dan perkebunan. Hal ini mendorong Rumah Sawit Indonesia (RSI) untuk menekankan pentingnya penerapan tata kelola pertanian berkelanjutan sebagai kunci utama dalam menghadapi tantangan ini. Ketua Umum RSI, Kacuk Sumarto, menyatakan bahwa momentum ini harus dimanfaatkan oleh pemerintah dan pelaku industri di Indonesia untuk meningkatkan standar dan praktik mereka.
Membuka Peluang Pasar Global
Indonesia telah memiliki standar keberlanjutan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk sawit, yang telah diterima di pasar internasional. Namun, komoditas lain seperti kopi, kakao, dan karet masih membutuhkan peningkatan standar keberlanjutan. Kacuk Sumarto menegaskan, "Jika bisa meningkatkan standar dan tata kelola tersebut, peluang menembus pasar ekspor khususnya Uni Eropa akan semakin besar." Perbaikan tata kelola ini bukan hanya sekadar mengikuti regulasi, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang untuk keberlanjutan industri dan daya saing Indonesia di kancah global.
Konferensi Internasional RSI: Menghadapi Tantangan dan Peluang
Sebagai langkah konkret, RSI akan menyelenggarakan konferensi internasional bertema "Indonesia’s Agricultural Industry Policies and The New European Union Regulation on Deforestation-Free Products: Tantangan dan Peluang" di Medan, Sumatera Utara, pada 19-20 Februari 2025. Konferensi ini bertujuan untuk membahas berbagai tantangan global, termasuk perubahan iklim dan regulasi Uni Eropa yang mewajibkan produk bebas deforestasi.
Komisaris Utama Grup PT Perkebunan Paya Pinang ini menambahkan, "Kebijakan Uni Eropa untuk mewajibkan komoditas yang masuk wilayah mereka bebas deforestasi, memang menjadi tantangan tersendiri bagi industri pertanian dan perkebunan di Indonesia, terutama produk minyak sawit, kakao, kopi, dan karet. Namun kita juga harus mampu melihat hal ini sebagai sebuah peluang." Konferensi ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan mencari solusi inovatif.
Tujuan Konferensi dan Agenda
Konferensi internasional RSI memiliki empat tujuan utama. Pertama, memahami fenomena perubahan iklim dan mengkaji kontribusi sektor bisnis terhadap emisi gas rumah kaca. Kedua, menggali upaya pemerintah dan pelaku bisnis dalam mitigasi dampak perubahan iklim di sektor pertanian dan perkebunan. Ketiga, mendapatkan gambaran tentang latar belakang dan dampak kebijakan EUDR dan EU RED II. Keempat, belajar dari pengalaman pelaku industri di luar negeri dalam menerapkan kebijakan EU RED II. Selain seminar dan diskusi, peserta juga akan mengunjungi perkebunan karet dan kelapa sawit di Sumatera Utara untuk melihat langsung praktik di lapangan.
Kesimpulan
Tata kelola pertanian berkelanjutan bukan hanya sekadar tren, tetapi merupakan kebutuhan mendesak bagi Indonesia untuk bersaing di pasar global. Konferensi internasional yang diinisiasi RSI menjadi langkah strategis untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada. Dengan kolaborasi dan inovasi, Indonesia dapat membangun industri pertanian yang berkelanjutan dan mampu menembus pasar internasional yang semakin kompetitif. Komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan dan praktik bisnis yang bertanggung jawab akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam jangka panjang.