Terungkap! Istana Sebut Transfer Data Indonesia-AS Hanya untuk Pertukaran Barang-Jasa Tertentu
Istana Kepresidenan mengklarifikasi kesepakatan transfer data Indonesia-AS, menegaskan fokusnya pada pertukaran barang dan jasa tertentu, bukan data pribadi. Apa implikasinya bagi publik?

Jakarta, 24 Juli – Istana Kepresidenan melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, memberikan penjelasan terkait kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pernyataan ini disampaikan pada Rabu malam, 24 Juli, di Istana Kepresidenan Jakarta. Hasan menegaskan bahwa transfer data tersebut merupakan bagian dari kesepakatan tarif impor dan secara eksklusif ditujukan untuk kepentingan pertukaran barang dan jasa tertentu.
Klarifikasi ini muncul menyusul pengumuman Gedung Putih yang menyebutkan komitmen Indonesia terkait pemindahan data pribadi ke Amerika Serikat. Namun, Hasan Nasbi membantah bahwa kesepakatan tersebut mencakup data pribadi warga negara Indonesia. Menurutnya, tujuan utama dari transfer data ini adalah untuk kepentingan komersial, bukan untuk pengelolaan data pribadi oleh pihak lain.
Kesepakatan ini merupakan langkah strategis dalam upaya manajemen perdagangan internasional, khususnya dalam konteks pertukaran barang dan jasa. Hasan menekankan pentingnya transparansi data untuk komoditas tertentu yang memiliki potensi ganda, baik sebagai bahan bermanfaat maupun berbahaya. Ini menjadi fokus utama dalam implementasi kesepakatan transfer data Indonesia-AS.
Tujuan Komersial dan Transparansi Data
Hasan Nasbi menjelaskan bahwa transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat memiliki tujuan murni komersial. Ia menegaskan bahwa data yang dipertukarkan bukan data pribadi, melainkan informasi yang relevan untuk memfasilitasi perdagangan barang dan jasa tertentu. Konsep ini didasarkan pada prinsip bahwa data yang dipertukarkan harus mendukung kelancaran transaksi ekonomi antarnegara.
Sebagai contoh, Hasan menyebutkan produk kimia seperti gliserol sawit. Bahan ini dapat diolah menjadi pupuk yang bermanfaat, namun juga berpotensi menjadi bahan baku bom. Oleh karena itu, perdagangan barang semacam ini memerlukan tingkat transparansi data yang tinggi. Keterbukaan informasi mengenai pembeli dan penjual sangat krusial untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan keamanan.
Transparansi data dalam konteks ini menjadi elemen penting dalam manajemen strategi perdagangan. Ini memungkinkan pihak berwenang untuk melacak pergerakan barang-barang sensitif dan memitigasi risiko. Dengan demikian, transfer data ini berfungsi sebagai alat pengawasan dan keamanan dalam rantai pasok global, memastikan bahwa perdagangan tidak disalahgunakan untuk tujuan yang merugikan.
Klarifikasi Data Pribadi dan Undang-Undang Perlindungan Data
Meskipun Gedung Putih dalam keterangannya menyebutkan komitmen Indonesia terkait pemindahan data pribadi, Hasan Nasbi memberikan bantahan tegas. Ia menyatakan bahwa Indonesia memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sangat ketat. Oleh karena itu, setiap pertukaran data harus tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hasan menegaskan bahwa Indonesia hanya akan bertukar data dengan negara-negara yang diakui memiliki standar perlindungan data yang memadai. Ini termasuk negara-negara Uni Eropa dan lainnya yang telah memenuhi kriteria perlindungan data yang ditetapkan oleh Indonesia. Prinsip ini memastikan bahwa data pribadi warga negara Indonesia tetap terlindungi sesuai dengan regulasi nasional.
Pernyataan Gedung Putih yang mengindikasikan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan memindahkan data pribadi ke AS melalui pengakuan AS sebagai yurisdiksi yang memberikan perlindungan data memadai, perlu dicermati lebih lanjut. Istana menekankan bahwa fokus utama adalah pada data komersial dan transparansi barang, bukan pada data pribadi yang dilindungi oleh undang-undang.