Terungkap! Karantina Sulut Tahan 800 Kilogram Daging Celeng Tanpa Dokumen di Pelabuhan Bitung, Apa Bahayanya?
Badan Karantina Indonesia menahan 800 kilogram daging celeng tanpa dokumen di Pelabuhan Bitung. Penahanan ini ungkap potensi bahaya penyebaran penyakit.

Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Sulawesi Utara (Karantina Sulut) baru-baru ini berhasil menahan 800 kilogram daging celeng. Penahanan ini terjadi di Pelabuhan Samudera Bitung, Manado, setelah komoditas tersebut ditemukan tanpa dilengkapi dokumen persyaratan yang sah. Petugas mencurigai 10 boks stirofoam di kapal KM Sabuk Nusantara 59 saat melakukan pengawasan rutin.
Kepala Karantina Sulut, Wayan Kertanegara, menjelaskan bahwa pemilik daging celeng tersebut tidak dapat menunjukkan sertifikat karantina dari daerah asal. Pemilik mengaku tidak mengetahui prosedur karantina saat akan mengirimkan daging babi hutan dari Pulau Falabisahaya, Kecamatan Mangoli Utara, Kabupaten Kepulauan Sula. Hal ini menjadi dasar penahanan dan penolakan komoditas tersebut.
Tindakan tegas ini diambil untuk mencegah potensi penyebaran penyakit berbahaya seperti Demam Babi Afrika (ASF) dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Penahanan daging celeng tanpa dokumen ini juga bertujuan melindungi sektor peternakan, kesehatan lingkungan, serta kesehatan masyarakat di Sulawesi Utara dari risiko yang tidak diinginkan.
Kronologi Penahanan dan Pelanggaran Aturan
Penemuan 800 kilogram daging celeng ini bermula dari kegiatan pengawasan rutin yang dilakukan tim Satuan Pelayanan Karantina di Bitung. Petugas mencurigai keberadaan boks-boks stirofoam di atas kapal KM Sabuk Nusantara 59. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, terkonfirmasi bahwa boks tersebut berisi daging babi hutan yang tidak memiliki dokumen karantina.
Wayan Kertanegara menegaskan bahwa setiap lalu lintas komoditas hewan, ikan, dan tumbuhan, termasuk produk olahannya, wajib dilaporkan kepada petugas karantina. Kewajiban ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berakibat pada penahanan hingga penolakan komoditas.
Terhadap pemilik daging celeng, Karantina Sulut telah memberikan peringatan dan pembinaan. Komoditas ilegal ini kemudian dilakukan tindakan karantina penolakan, yang berarti daging celeng tersebut tidak diizinkan masuk ke Bitung dan harus dikembalikan ke daerah asalnya. Langkah ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum untuk menjaga integritas biosekuriti wilayah.
Ancaman Penyakit dan Upaya Perlindungan
Penyelundupan daging celeng tanpa dokumen menimbulkan risiko serius terhadap kesehatan hewan dan manusia. Daging babi hutan yang tidak melalui proses karantina berpotensi membawa agen penyakit berbahaya seperti Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF) dan Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease/FMD). Kedua penyakit ini dapat merusak produktivitas ternak babi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak lokal.
Penyebaran penyakit-penyakit tersebut tidak hanya berdampak pada sektor peternakan, tetapi juga dapat mengancam kesehatan lingkungan dan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, tindakan karantina yang ketat sangat diperlukan untuk mencegah masuknya bibit penyakit ke wilayah Sulawesi Utara. Perlindungan sumber daya alam hayati menjadi prioritas utama bagi Badan Karantina Indonesia.
Berdasarkan data Karantina Sulut, dari Januari hingga 12 Agustus 2025, telah dilakukan 140 kali tindakan penahanan terhadap berbagai komoditas yang masuk ke wilayahnya karena tidak memenuhi persyaratan karantina. Angka ini menunjukkan komitmen Karantina Sulut dalam menjaga keamanan hayati. Masyarakat diimbau untuk turut serta melaporkan setiap lalu lintas komoditas hewan, ikan, dan tumbuhan yang mencurigakan kepada petugas karantina.