Terungkap! KPK Usut Pembelian Aset Tersangka Korupsi Kemenaker, Libatkan Guru dan Swasta dalam Skandal Rp 53,7 Miliar
KPK mendalami pembelian aset tersangka kasus Korupsi Kemenaker senilai Rp53,7 miliar, melibatkan guru dan pihak swasta. Apa peran mereka dalam skandal ini?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Pada Selasa lalu, penyidik KPK memeriksa seorang guru dan dua individu dari pihak swasta sebagai saksi. Pemeriksaan ini difokuskan pada pengusutan asal-usul serta pembelian aset oleh para tersangka dan keluarga mereka.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa seluruh saksi yang dipanggil hadir dalam pemeriksaan tersebut. Selain menelusuri aset, penyidik juga mendalami penerimaan uang dari para tenaga kerja asing (TKA) yang menjadi korban pemerasan. Penggunaan rekening bank untuk menampung dana dari agen TKA juga menjadi fokus penyelidikan KPK.
Kasus ini sebelumnya telah menyeret delapan aparatur sipil negara (ASN) Kemenaker sebagai tersangka. Mereka diduga telah mengumpulkan dana fantastis, sekitar Rp53,7 miliar, dari praktik pemerasan pengurusan RPTKA yang terjadi antara tahun 2019 hingga 2024. Modus operandi ini memanfaatkan kebutuhan TKA akan izin kerja di Indonesia.
Modus Operandi dan Kerugian Akibat Korupsi Kemenaker
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) merupakan persyaratan krusial bagi TKA yang ingin bekerja secara legal di Indonesia. Apabila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, proses penerbitan izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat secara signifikan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para oknum untuk melakukan pemerasan.
Para pemohon RPTKA yang terdesak terpaksa memberikan sejumlah uang kepada para tersangka agar permohonan mereka diproses. Selain itu, TKA juga akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari jika izinnya tidak terbit. Situasi ini menciptakan tekanan besar bagi pemohon untuk menyuap para tersangka demi kelancaran proses. Praktik ini secara sistematis merugikan TKA dan mencoreng integritas birokrasi.
Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan bahwa delapan tersangka dalam kasus ini telah berhasil mengumpulkan dana sekitar Rp53,7 miliar. Jumlah tersebut terkumpul dari praktik pemerasan yang berlangsung selama lima tahun, yakni dari tahun 2019 hingga 2024. Angka ini menunjukkan skala besar dari praktik korupsi yang terjadi di Kemenaker.
Berikut adalah delapan tersangka ASN Kemenaker yang telah diidentifikasi oleh KPK:
- Suhartono
- Haryanto
- Wisnu Pramono
- Devi Anggraeni
- Gatot Widiartono
- Putri Citra Wahyoe
- Jamal Shodiqin
- Alfa Eshad
Rentang Waktu dan Penahanan Tersangka Korupsi Kemenaker
KPK mengungkapkan bahwa dugaan pemerasan pengurusan RPTKA ini memiliki rentang waktu yang sangat panjang, bahkan diduga telah terjadi sejak era Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014). Praktik ini kemudian berlanjut pada masa kepemimpinan Hanif Dhakiri (2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024). Hal ini menunjukkan adanya pola korupsi yang terstruktur dan berkelanjutan di Kemenaker.
Meskipun kasus ini diduga telah berlangsung lama, KPK baru secara resmi mengumumkan identitas delapan tersangka pada 5 Juni 2024. Penyelidikan mendalam terus dilakukan untuk mengungkap seluruh jaringan dan modus operandi yang terlibat dalam skandal ini. Fokus KPK adalah memastikan keadilan bagi para korban dan menindak tegas pelaku.
Setelah mengidentifikasi para pelaku, KPK kemudian melakukan penahanan terhadap delapan tersangka tersebut. Penahanan dilakukan dalam dua kloter terpisah. Kloter pertama yang terdiri dari empat tersangka ditahan pada 17 Juli 2024, sementara kloter kedua yang juga terdiri dari empat tersangka ditahan pada 24 Juli 2024. Langkah penahanan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mempercepat proses hukum dan mencegah para tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.