Todung Duga KPK Langgar Hukum Tetapkan Hasto Tersangka
Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis, menduga penyidik KPK melakukan pelanggaran hukum dengan menetapkan kliennya sebagai tersangka, didasarkan pada tekanan saksi dan penggunaan bukti lama yang sudah tidak relevan.
![Todung Duga KPK Langgar Hukum Tetapkan Hasto Tersangka](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/08/160044.530-todung-duga-kpk-langgar-hukum-tetapkan-hasto-tersangka-1.jpg)
Jakarta, 8 Februari 2024 - Penasehat hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis, menyatakan kecurigaannya terhadap proses penetapan tersangka kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Todung melihat adanya indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan penyidik KPK.
Pernyataan ini disampaikan Todung menyusul persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 7 Februari 2024. Dalam persidangan tersebut, dua saksi dihadirkan, yaitu Agustiani Tio Fridelina, mantan narapidana kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku, dan Kusnadi, staf Hasto. Todung mengklaim terdapat bukti tekanan pada kedua saksi untuk menyebut nama Hasto dalam kasus ini.
Tuduhan Tekanan dan Bukti Tidak Relevan
Todung menjelaskan bahwa Agustiani Tio Fridelina mengaku dijanjikan sejumlah uang agar menyebut nama Hasto. "Dengan demikian," kata Todung, "jawaban KPK dan fakta persidangan kemarin semakin terang benderang terungkap sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan KPK dalam menetapkan status tersangka Hasto." Ia juga menuding KPK melakukan 'daur ulang' bukti lama yang sudah tidak relevan dan membangun narasi berdasarkan imajinasi, bukan fakta.
Sebagai contoh, Todung menunjuk pada konstruksi cerita KPK yang menggambarkan Hasto seolah-olah menyetujui dan menalangi dana operasional ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Todung menegaskan bahwa cerita ini telah diuji dan dinyatakan tidak terbukti dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri. "Menjadi pertanyaan," ujar Todung, "apa maksud KPK kembali menguraikan cerita lama yang sudah tidak terbukti di pengadilan dalam proses praperadilan ini? Bukti yang digunakan pun adalah bukti-bukti lama di bulan Januari 2020."
Dugaan Pembingkaian dan Perintah yang Sah
Todung juga menyoroti tuduhan bahwa sopir Saeful Bahri dan advokat Donny Tri Istiqomah melapor kepada Hasto terkait kesepakatan dengan tersangka Harun Masiku tentang dana operasional ke KPU, dan Hasto mengizinkannya. Selain itu, KPK juga menuding Hasto memerintahkan Saeful dan Donny di Kantor DPP PDIP untuk mengawal surat DPP PDIP berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).
Todung membantah hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa perintah Hasto merupakan tugasnya sebagai Sekjen untuk memastikan surat DPP PDIP yang dibuat berdasarkan Putusan MA ditindaklanjuti sesuai hukum. "Perintah tersebut bukan perbuatan melawan hukum," tegas Todung. Ia menambahkan bahwa KPK melakukan pembingkaian dengan mengaitkan perintah tersebut sebagai bagian dari rangkaian suap untuk meloloskan Harun Masiku, padahal Hasto sedang memperjuangkan hak dan kewenangan partai yang dijamin oleh Putusan MA dan Fatwa MA.
Potensi Kerusakan Tatanan Hukum
Todung menyatakan bahwa sejumlah persoalan hukum yang ia soroti berpotensi merusak tatanan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Ia menekankan pentingnya dukungan dari semua pihak untuk pemberantasan korupsi, namun hal tersebut tidak boleh dinodai oleh praktik-praktik terlarang dan tidak beretika. "Terutama jangan sampai penegakan hukum dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis," tutup Todung.