KPK Tegaskan Kasus Hasto Kristiyanto Murni Penegakan Hukum, Bebas Politisasi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penyidikan terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, murni penegakan hukum tanpa muatan politik, setelah ditolaknya gugatan praperadilan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan bahwa penetapan tersangka Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam kasus dugaan korupsi terkait Harun Masiku murni merupakan penegakan hukum dan sama sekali tidak bermuatan politis. Hal ini disampaikan menyusul ditolaknya gugatan praperadilan yang diajukan oleh Hasto. Penetapan tersangka tersebut didasarkan pada bukti-bukti yang cukup dan telah melalui proses hukum yang berlaku.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa penetapan tersangka Hasto Kristiyanto bukanlah bagian dari politisasi kekuasaan. KPK telah mengantongi lebih dari dua alat bukti yang sebagian besar telah diungkap di hadapan publik dalam sidang praperadilan sebelumnya. Dengan demikian, KPK menegaskan bahwa proses hukum yang dijalani Hasto telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
Penolakan gugatan praperadilan Hasto oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan semakin memperkuat pernyataan KPK. Hakim tunggal, Djuyamto, menyatakan permohonan praperadilan Hasto tidak dapat diterima karena dianggap kabur dan tidak jelas. Keputusan ini menguatkan langkah KPK dalam memproses kasus dugaan korupsi yang melibatkan Hasto Kristiyanto.
Kronologi Penetapan Tersangka dan Dugaan Kasus
Penyidik KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka pada Selasa, 24 Desember 2024. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama advokat Donny Tri Istiqomah (DTI) dalam rangkaian kasus Harun Masiku. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa Hasto diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU, Wahyu Setiawan, agar menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.
Lebih lanjut, Hasto juga diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk menerima dan mengantarkan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina. Besarnya suap yang diduga diberikan adalah 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019. Tujuannya adalah agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil Sumsel I. "HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina," ujar Setyo Budiyanto.
Selain kasus dugaan suap, Hasto Kristiyanto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan. KPK belum merinci lebih lanjut mengenai detail kasus perintangan penyidikan ini.
Bukti yang Cukup dan Proses Hukum yang Transparan
KPK menekankan bahwa penetapan tersangka Hasto Kristiyanto didasarkan pada kecukupan alat bukti. Undang-undang mensyaratkan minimal dua alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, namun KPK menyatakan telah mengantongi lebih dari jumlah tersebut. Bukti-bukti tersebut sebagian besar telah diungkap dalam sidang praperadilan, menunjukkan komitmen KPK terhadap transparansi proses hukum.
Dengan ditolaknya gugatan praperadilan, KPK menegaskan bahwa proses penetapan tersangka Hasto Kristiyanto telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. KPK berharap agar masyarakat dapat memahami bahwa proses hukum ini murni penegakan hukum dan tidak ada kaitannya dengan politisasi.
Proses hukum akan terus berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan.
"Untuk kesekian kalinya KPK menyampaikan bahwa penetapan tersangka saudara HK bukan bagian dari politisasi kekuasaan," tegas Tessa Mahardhika Sugiarto.
Kesimpulan
Kasus Hasto Kristiyanto menjadi sorotan publik, namun KPK menegaskan bahwa proses hukum yang dijalankan sepenuhnya berdasarkan bukti dan prosedur hukum yang berlaku. Penolakan gugatan praperadilan semakin memperkuat posisi KPK dalam menangani kasus ini secara objektif dan profesional.