Jaksa Tegaskan Kasus Hasto Kristiyanto Murni Penegakan Hukum, Bantah Motif Politik
Jaksa KPK menegaskan kasus Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, murni penegakan hukum dan bukan terkait motif politik, membantah klaim eksepsi Hasto.

Jakarta, 27 Maret 2024 - Persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, memasuki babak baru. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tegas membantah adanya motif politik dalam penanganan perkara ini. Pernyataan tersebut disampaikan sebagai tanggapan atas eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Hasto dan tim kuasa hukumnya, yang menuduh adanya motif politik dan balas dendam dalam proses hukum yang menjeratnya.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, jaksa menekankan bahwa seluruh proses hukum yang dijalankan terhadap Hasto Kristiyanto sepenuhnya berdasarkan pada kecukupan alat bukti yang telah dikumpulkan. Mereka menyatakan bahwa penegakan hukum ini sesuai dengan ketentuan Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Jaksa juga membantah tudingan adanya agenda tersembunyi atau pihak-pihak yang menunggangi kasus ini. "Perkara terdakwa ini adalah murni penegakan hukum," tegas jaksa, menekankan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, jaksa menilai eksepsi yang disampaikan Hasto dan tim kuasa hukumnya tidak berdasar dan harus ditolak.
Bantahan Terhadap Tudingan Politik
Hasto Kristiyanto, dalam nota keberatannya, sebelumnya mengklaim telah menerima ancaman akan ditersangkakan dan ditangkap jika PDI Perjuangan memecat Joko Widodo. Ia menyebutkan adanya tekanan dari pihak yang mengaku sebagai pejabat negara pada periode 4-15 Desember 2024, menjelang pemecatan Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan. Hasto ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Desember 2024, seminggu setelah pemecatan tersebut.
Namun, jaksa KPK dengan tegas membantah klaim tersebut. Mereka menegaskan kembali bahwa penetapan tersangka terhadap Hasto murni didasarkan pada bukti-bukti yang telah dikumpulkan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Tidak ada kaitan antara penetapan tersangka dengan isu politik atau tekanan dari pihak manapun.
Jaksa menjelaskan bahwa proses hukum berjalan berdasarkan bukti-bukti yang ada, dan tidak ada intervensi dari pihak manapun. Mereka menekankan pentingnya penegakan hukum yang objektif dan bebas dari pengaruh politik.
Penuntut umum juga menjelaskan secara rinci kronologi dan bukti-bukti yang mendukung dakwaan terhadap Hasto. Mereka kembali menegaskan bahwa proses hukum yang dijalankan sepenuhnya berdasarkan fakta dan bukti yang ada.
Dugaan Perintangan Penyidikan dan Suap
Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan dalam kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku. Dakwaan tersebut mencakup perintah kepada Harun Masiku untuk menenggelamkan telepon genggamnya ke dalam air setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan. Selain itu, Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk melakukan hal yang sama.
Lebih lanjut, Hasto juga didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan persetujuan KPU terhadap permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon legislatif atas nama Riezky Aprilia untuk Harun Masiku.
Atas perbuatannya, Hasto terancam hukuman berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sidang kasus ini masih berlanjut, dan publik menantikan perkembangan selanjutnya. Jaksa KPK menegaskan komitmen mereka dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu, terlepas dari latar belakang politik atau status terdakwa.