Jaksa KPK Tegaskan Perkara Hasto Bukan Soal Kerugian Negara
Jaksa KPK menegaskan bahwa kasus Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, terkait suap, bukan kerugian negara, sehingga KPK tetap berwenang mengusutnya.

Jakarta, 27 Maret 2024 - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, tengah menghadapi proses hukum terkait dugaan kasus suap dan perintangan penyidikan. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa delik perkara yang menjerat Hasto bukanlah terkait kerugian negara, melainkan suap. Hal ini disampaikan sebagai tanggapan atas eksepsi Hasto yang mempertanyakan kewenangan KPK karena tidak adanya kerugian negara yang mencapai Rp1 miliar.
Pernyataan jaksa ini disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Mereka menegaskan bahwa perkara Hasto terkait Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor, bukan Pasal 2 dan 3 yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara. Dengan demikian, KPK tetap memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan menuntut Hasto meskipun kerugian negara tidak mencapai angka yang ditentukan dalam UU KPK.
Penjelasan ini sekaligus membantah argumen Hasto dan tim kuasa hukumnya yang mengacu pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Jaksa menekankan frasa "dan/atau" dalam pasal tersebut, yang menunjukkan bahwa syarat kerugian negara minimal Rp1 miliar tidak selalu harus dipenuhi dalam setiap perkara yang ditangani KPK, terutama jika perkara tersebut melibatkan unsur suap dan perintangan penyidikan seperti yang terjadi pada kasus Hasto.
Eksepsi Hasto dan Tanggapan Jaksa
Dalam eksepsinya, Hasto berpendapat bahwa kasus yang menjeratnya tidak menimbulkan kerugian negara. Ia mengutip Undang-Undang KPK yang menyebutkan kewenangan KPK dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, yang salah satunya terkait kerugian negara minimal Rp1 miliar. Hasto menilai bahwa kasusnya tidak memenuhi syarat tersebut.
Namun, jaksa membantah argumen tersebut. Mereka menjelaskan bahwa delik yang didakwakan kepada Hasto adalah suap dan perintangan penyidikan, bukan delik yang terkait langsung dengan kerugian keuangan negara. Oleh karena itu, eksepsi Hasto dinyatakan tidak berdasar dan ditolak oleh jaksa penuntut umum.
Jaksa juga menjelaskan bahwa kewenangan KPK tidak hanya terbatas pada kasus yang melibatkan kerugian negara minimal Rp1 miliar. KPK juga berwenang menangani kasus yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan pihak lain yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Kasus Hasto, menurut jaksa, masuk dalam kategori ini.
Dugaan Perbuatan Hasto
Hasto didakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi Harun Masiku. Ia diduga memerintahkan Harun untuk menenggelamkan telepon genggamnya setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan. Selain itu, Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya untuk melakukan hal yang sama.
Lebih lanjut, Hasto juga didakwa memberikan suap kepada Wahyu Setiawan bersama-sama dengan beberapa pihak lain. Suap tersebut diduga bertujuan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR.
Atas perbuatannya, Hasto terancam hukuman berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sidang kasus ini masih berlanjut, dan akan menjadi perhatian publik mengingat posisi Hasto sebagai Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan.