Hasto Kristiyanto Ajukan Eksepsi, Minta Bebas dari Kasus Perintangan Penyidikan Harun Masiku
Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengajukan eksepsi dan meminta dibebaskan dari dakwaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, dengan alasan keraguan mendasar dalam pembuktian dakwaan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, menjadi sorotan setelah mengajukan nota keberatan atau eksepsi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat. Ia didakwa terkait kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku. Dakwaan tersebut meliputi periode 2019-2024, menyangkut dugaan perintah kepada Harun Masiku dan ajudannya untuk menenggelamkan telepon genggam mereka.
Dalam eksepsinya, Hasto menyatakan terdapat keraguan mendasar dalam pembuktian dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum. Ia mempertanyakan kejelasan unsur pidana dan ketepatan penerapan hukum terhadap dirinya. Hasto menekankan perlunya prinsip "in dubio pro reo", yang mengharuskan setiap keraguan diinterpretasikan demi keuntungan terdakwa. Ia berharap majelis hakim akan membebaskannya.
Permintaan pembebasan Hasto disampaikan secara langsung dalam persidangan. Ia memohon kepada majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan nota keberatannya, menyatakan dakwaan tidak dapat diterima atau batal demi hukum. Selain itu, ia juga meminta pemulihan hak dan pengembalian barang bukti yang disita.
Kronologi Kasus dan Dakwaan Terhadap Hasto
Hasto didakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi Harun Masiku. Dakwaan tersebut berpusat pada dugaan perintah kepada Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk menenggelamkan telepon genggamnya setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Tidak hanya itu, Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk melakukan hal serupa. Tindakan ini diduga dilakukan sebagai antisipasi upaya paksa dari penyidik KPK. Selain perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa memberikan uang kepada Wahyu Setiawan bersama-sama dengan beberapa pihak lain.
Uang tersebut, sejumlah 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta), diduga diberikan agar Wahyu Setiawan membantu proses pergantian antarwaktu (PAW) Caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I, untuk Harun Masiku. Atas perbuatannya, Hasto terancam pidana berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Permintaan Pembebasan dan Prinsip Hukum
Hasto secara tegas meminta majelis hakim untuk membebaskannya. Ia berpendapat bahwa dakwaan yang dilayangkan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ia juga menekankan pentingnya proses hukum yang adil (due process of law) dan mengutip prinsip "in dubio pro reo" sebagai dasar permohonan pembebasannya. Hasto berharap majelis hakim mempertimbangkan semua bukti dan argumen yang telah disampaikan.
Dalam eksepsinya, Hasto juga meminta agar pemeriksaan dakwaan dihentikan, hak-haknya dipulihkan, dan barang bukti yang disita dikembalikan. Ia berharap keadilan ditegakkan dan hak asasi manusianya dihormati sepenuhnya. Sidang ini menjadi momen penting dan akan menentukan nasib Hasto Kristiyanto dalam kasus ini.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Publik menantikan keputusan majelis hakim dan berharap proses hukum berjalan dengan adil dan transparan.
Kesimpulan: Permohonan eksepsi Hasto Kristiyanto untuk dibebaskan dari dakwaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku menjadi fokus perhatian publik. Kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai proses hukum yang adil dan menunggu keputusan majelis hakim.