Hasto Kristiyanto Hormati Putusan Hakim, Siap Jalani Pemeriksaan Pokok Perkara Kasus Harun Masiku
Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menghormati putusan hakim yang menolak eksepsinya dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi Harun Masiku dan siap menghadapi pemeriksaan pokok perkara.

Jakarta, 11 April 2024 - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan hormatnya terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menolak nota keberatan atau eksepsinya terkait kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap. Sidang putusan sela tersebut digelar pada Jumat lalu di Pengadilan Tipikor Jakarta. Putusan ini menolak keberatan Hasto terhadap dakwaan yang dilayangkan kepadanya.
Hasto menjelaskan bahwa pengajuan eksepsi merupakan hak yang melekat pada terdakwa dan sekaligus bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat. Hal ini bertujuan agar publik dapat menyaksikan bagaimana seluruh aspek hukum seharusnya berjalan secara adil. Ia menekankan bahwa putusan hakim tidak akan mengurangi semangat dan tekadnya untuk memperjuangkan keadilan.
"Keputusan hari ini tidak akan mengurangi sedikit pun suatu semangat, suatu tekad untuk mewujudkan keadilan, karena Indonesia tanpa keadilan di dalam sistem hukum yang dibangun sama saja juga tidak ada suatu penghormatan terhadap kemanusiaan," ujar Hasto saat ditemui usai sidang.
Eksepsi Ditolak, Hasto Siap Jalani Pemeriksaan Pokok Perkara
Majelis Hakim menegaskan bahwa eksepsi yang diajukan Hasto perlu dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara. Menanggapi hal ini, Hasto dan tim penasihat hukumnya menyatakan kesiapan untuk menjalani proses tersebut. Mereka optimistis bahwa kebenaran akan terungkap selama proses persidangan.
Hasto tetap berkeyakinan bahwa kasus yang dialamatkan kepadanya merupakan persoalan yang dipaksakan dan didaur ulang. Ia percaya bahwa pemeriksaan pokok perkara akan menjadi kesempatan untuk membuktikan hal tersebut. "Membiarkan berbagai ketidakadilan yang terjadi sama saja dengan membunuh masa depan, tetapi pemeriksaan pokok perkara itu lah yang akan membuktikan," tegasnya.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan dan pemberian suap terkait kasus korupsi Harun Masiku yang terjadi pada rentang waktu 2019-2024. Dakwaan tersebut didasarkan pada dugaan perintah Hasto kepada beberapa pihak untuk menghilangkan barang bukti.
Dugaan Perintah Menghilangkan Barang Bukti
Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk menenggelamkan telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah terjadi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wahyu Setiawan, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022.
Tidak hanya itu, Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk melakukan hal yang sama terhadap telepon genggam lain sebagai upaya untuk mengantisipasi upaya paksa dari penyidik KPK. Tindakan ini diduga dilakukan untuk menghalangi proses penyidikan.
Selain dugaan perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku sendiri memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan pada periode 2019-2020.
Motif Pemberian Uang dan Ancaman Pidana
Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Tindakan ini diduga melanggar hukum dan berpotensi merugikan negara.
Atas perbuatan yang didakwakan, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hasto Kristiyanto dan tim hukumnya akan menghadapi pemeriksaan pokok perkara dengan tetap memegang teguh prinsip keadilan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini.