Hasto Diduga Talangi Rp1,5 Miliar untuk Harun Masiku Jadi Anggota DPR
Sidang kasus dugaan suap Harun Masiku mengungkap dugaan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menalangi Rp1,5 miliar agar Harun menjadi anggota DPR periode 2019-2024.

Sidang kasus dugaan suap yang menyeret Harun Masiku kembali mengungkap fakta mengejutkan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, disebut-sebut telah menalangi uang sebesar Rp1,5 miliar untuk memuluskan jalan Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019-2024. Informasi ini terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (24/4).
Pengungkapan ini bermula dari rekaman percakapan antara pengacara PDI Perjuangan, Donny Tri Istiqomah, dan Saeful Bahri, mantan kader PDI Perjuangan sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku. Rekaman tersebut diputar oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan, dan Donny membenarkan keaslian percakapan yang terjadi pada 13 Desember 2019 tersebut. Dalam percakapan itu, Saeful menyampaikan kepada Donny bahwa Hasto akan menalangi sejumlah uang untuk memuluskan Harun Masiku menjadi anggota DPR.
Meskipun membenarkan keaslian rekaman tersebut, Donny mengaku tidak dapat memastikan kebenaran informasi yang disampaikan Saeful Bahri. Donny menyatakan bahwa ia tidak mengetahui secara pasti apakah Hasto memang benar menalangi uang tersebut. "Itu Saeful yang ngomong. Apakah Saeful mengarang indah atau tidak, saya tidak tahu," ujar Donny dalam kesaksiannya.
Dugaan Perintangan Penyidikan
Kasus ini tidak hanya melibatkan dugaan penyaluran dana untuk Harun Masiku, tetapi juga mencakup tuduhan perintangan penyidikan. Hasto didakwa menghalangi penyidikan perkara korupsi yang melibatkan Harun Masiku. Dakwaan tersebut menyebutkan bahwa Hasto memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk menenggelamkan telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah KPK melakukan tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan, anggota KPU periode 2017-2022.
Tidak hanya itu, Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk melakukan hal yang sama terhadap telepon genggam lainnya. Tindakan ini diduga dilakukan sebagai upaya untuk menghambat proses penyidikan oleh KPK. Perbuatan Hasto ini dinilai sebagai bentuk perintangan penyidikan yang serius.
Selain dugaan perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura (setara Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan. Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu membantu Harun Masiku untuk menggantikan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Dakwaan dan Ancaman Pidana
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dakwaan ini menunjukkan keseriusan kasus yang dihadapi oleh Hasto dan ancaman pidana yang cukup berat menunggunya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan figur penting di partai politik dan menyangkut proses demokrasi di Indonesia. Publik menantikan perkembangan selanjutnya dan berharap proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. Terungkapnya dugaan keterlibatan Hasto dalam penyaluran dana untuk Harun Masiku menambah kompleksitas kasus ini dan menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai mekanisme pengawasan internal partai politik.
Peristiwa ini juga menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam proses pencalonan dan pengangkatan anggota legislatif. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.