Hasto Kristiyanto Didakwa Halangi Penyidikan Kasus Harun Masiku, Pernah Mengaku Tak Punya Ponsel?
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, didakwa menghalangi penyidikan kasus Harun Masiku dan memberikan suap kepada Wahyu Setiawan; ia sempat mengaku tidak memiliki ponsel kepada penyidik KPK.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sempat mengaku tidak memiliki telepon genggam kepada penyidik KPK. Pengakuan ini disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai saksi terkait kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Pernyataan tersebut mengemuka dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/3).
Menurut JPU, penyidik KPK kemudian menyita telepon genggam Hasto dan ajudannya, Kusnadi. Namun, ponsel Kusnadi yang diharapkan berisi informasi terkait Harun Masiku, tidak ditemukan. Sidang tersebut juga mengungkap kronologi perintah Hasto kepada Kusnadi untuk menenggelamkan ponselnya, yang diduga dilakukan sebagai antisipasi terhadap upaya paksa dari penyidik KPK.
Dakwaan terhadap Hasto mencakup dua tuduhan utama. Pertama, ia didakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi Harun Masiku. Kedua, ia didakwa memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU. Kasus ini melibatkan sejumlah pihak dan periode waktu yang cukup panjang, mulai dari tahun 2019 hingga 2024.
Kronologi Peristiwa dan Dakwaan terhadap Hasto
Bermula dari surat panggilan pemeriksaan saksi yang diterima Hasto pada 4 Juni 2024, ia kemudian diduga memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya pada 6 Juni 2024. JPU menyatakan bahwa tindakan Hasto ini merupakan upaya untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan kasus Harun Masiku. "Menindaklanjuti perintah Hasto tersebut, Kusnadi melaksanakannya," ungkap JPU.
Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian uang sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu membantu proses pergantian antarwaktu (PAW) Caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I, untuk Harun Masiku. Perbuatan ini dilakukan bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku sendiri.
Lebih lanjut, dakwaan juga menyebutkan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk menenggelamkan telepon genggamnya setelah kejadian OTT Wahyu Setiawan oleh KPK. Semua tindakan ini, menurut JPU, menyebabkan penyidikan terhadap Harun Masiku terhambat.
Bukti dan Pasal yang Dikenakan
JPU mendakwa Hasto dengan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Rincian bukti dan kronologi lengkap kasus ini akan terus terungkap selama proses persidangan.
Kasus ini menyoroti upaya untuk menghalangi proses hukum dan pentingnya transparansi dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Perkembangan selanjutnya dari persidangan akan menentukan nasib Hasto Kristiyanto dalam kasus ini.
Kesimpulan: Sidang pembacaan surat dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto telah mengungkap sejumlah fakta penting, termasuk pengakuannya yang sempat mengaku tidak memiliki ponsel dan perintahnya kepada ajudan untuk menenggelamkan ponsel. Proses persidangan selanjutnya akan menentukan apakah Hasto terbukti bersalah atas dakwaan yang dilayangkan JPU KPK.