Nomor Ponsel 'Sri Rejeki Hastomo': Milik Hasto Kristiyanto?
Penyidik KPK menyatakan nomor ponsel atas nama "Sri Rejeki Hastomo", yang terlibat dalam kasus penenggelaman ponsel, milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Jakarta, 9 Mei 2024 - Sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi Harun Masiku memasuki babak baru. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti, memberikan kesaksian mengejutkan terkait kepemilikan nomor ponsel atas nama "Sri Rejeki Hastomo". Ponsel tersebut diduga menjadi kunci dalam upaya menghilangkan barang bukti dalam kasus yang menyeret Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebagai terdakwa.
Kesaksian Rossa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat lalu mengungkap fakta mengejutkan. Ia menyatakan bahwa nomor ponsel tersebut, yang sebelumnya diperintahkan untuk ditenggelamkan kepada Kusnadi (staf pribadi Hasto), sebenarnya milik Hasto Kristiyanto. Pernyataan ini didasarkan pada pengamatan penyidik KPK sebelum melakukan pemeriksaan terhadap Hasto dan Kusnadi. "Pada saat mereka di bawah dan kami ambil video, itu terlihat ponsel dengan nomor tersebut dikuasai oleh Hasto dan kemudian diserahkan, dititipkan kepada Kusnadi," ungkap Rossa.
Lebih lanjut, Rossa menjelaskan bahwa penyidik menyita tiga ponsel dari Hasto dan Kusnadi. Satu ponsel milik Hasto, sementara dua lainnya, termasuk ponsel dengan nama "Sri Rejeki Hastomo" dan satu lagi atas nama "Gara Baskara", disita dari Kusnadi. Awalnya Kusnadi mengklaim kedua ponsel tersebut adalah nomor kesekretariatan yang digunakan secara bergantian oleh staf. Namun, bukti-bukti yang ditemukan menguatkan dugaan penyidik bahwa ponsel-ponsel tersebut berada di bawah kendali Hasto Kristiyanto.
Dugaan Kuat: Ponsel Milik Hasto
Rossa memaparkan dua alasan utama yang memperkuat dugaan kepemilikan ponsel tersebut oleh Hasto. Pertama, penyidik menyaksikan langsung Hasto menguasai ponsel tersebut sebelum dilakukan penyitaan. Kedua, isi dari ponsel tersebut, termasuk percakapan dan catatan-catatan di dalamnya, membuat penyidik yakin bahwa ponsel tersebut milik Hasto. "Selain percakapan, itu juga ada catatan-catatan yang berkaitan dengan terdakwa Hasto, sehingga kami menyakini ponsel itu adalah milik terdakwa," tegas Rossa. Kendati demikian, Rossa mengakui kesulitan dalam mengonfirmasi hal tersebut karena nomor telepon yang digunakan bersifat internasional.
Kasus ini bermula dari dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi Harun Masiku dan pemberian suap. Hasto didakwa menghalangi penyidikan dengan memerintahkan penenggelaman ponsel Harun Masiku dan Kusnadi. Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan uang kepada Wahyu Setiawan (mantan anggota KPU) untuk memuluskan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif.
Dalam dakwaan, Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk menenggelamkan ponselnya setelah KPK melakukan tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan. Hasto juga memerintahkan Kusnadi, ajudannya, untuk melakukan hal yang sama. Akibat perbuatannya, Hasto terancam hukuman berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Bukti-bukti yang Ditemukan
Penyidik KPK menemukan sejumlah bukti yang menguatkan dugaan keterlibatan Hasto dalam kasus ini. Bukti tersebut antara lain kesaksian saksi, rekaman video, dan isi dari ponsel yang disita. Meskipun terdapat beberapa kendala, seperti penggunaan nomor internasional pada ponsel yang disita, penyidik tetap yakin dengan kesimpulan yang telah mereka buat. Proses hukum masih berlanjut dan menunggu putusan pengadilan.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum. Publik menantikan perkembangan selanjutnya dan berharap agar keadilan dapat ditegakkan.
Sidang ini menjadi sorotan publik karena melibatkan tokoh penting di partai politik. Kejelasan dan transparansi proses hukum sangat diharapkan agar tidak menimbulkan spekulasi dan menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.