Tom Lembong Bantah Kebijakan Impor Gula Rugikan Petani, Sebut Justru Menguntungkan
Mantan Mendag Tom Lembong membantah kebijakan impor gula yang dikeluarkannya merugikan petani, justru sebaliknya, ia klaim menguntungkan petani karena harga jual gula di atas HPP.

Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong, memberikan klarifikasi terkait kebijakan impor gula yang diterapkannya. Ia membantah tuduhan bahwa kebijakan tersebut merugikan petani dan telah melanggar Undang-Undang (UU) Perlindungan Petani. Sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin lalu menjadi tempat Tom Lembong menyampaikan pembelaannya.
Dalam persidangan, Tom Lembong menjelaskan bahwa petani justru diuntungkan dengan kebijakan impor gula tersebut. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan petani menjual gula atau tebu mereka di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Pernyataan ini ia sampaikan sebagai respons atas kesaksian Robert Indartyo, mantan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan, yang menyebutkan kesulitan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dalam memenuhi target pengadaan gula.
Tom Lembong menekankan bahwa petani dengan mudah menjual hasil panennya dengan harga lebih tinggi daripada HPP yang ditetapkan pemerintah. Kondisi ini menunjukkan kepuasan petani atas mekanisme pasar yang berlaku saat itu, berdasarkan asas willing buyer willing seller. Dengan demikian, menurutnya, tuduhan pelanggaran UU Perlindungan Petani tidak berdasar karena petani justru mendapatkan keuntungan.
Bantahan Terhadap Tuduhan Surplus Gula dan Kerjasama dengan Swasta
Tom Lembong juga membantah tuduhan lain yang menyatakan bahwa kebijakan impor gula dikeluarkan saat pasar sedang surplus. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan risalah rapat koordinasi Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian pada akhir 2015, Indonesia tidak mengalami surplus gula pada tahun 2015-2016. Kebijakan impor, menurutnya, dikeluarkan karena PPI gagal mencapai target pengadaan 200 ribu ton gula dan kesulitan mendapatkan pasokan dari petani karena harga yang ditawarkan lebih rendah.
Lebih lanjut, Tom Lembong menegaskan tidak adanya aturan yang melarang PPI atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain untuk bekerja sama dengan industri gula swasta dalam mengelola gula mentah impor. Kerjasama ini, menurutnya, bertujuan untuk menstabilkan harga dan memenuhi stok gula nasional. Ia juga menekankan bahwa saksi-saksi dari Kementerian Perdagangan telah memastikan tidak ada aturan yang melarang hal tersebut.
Ia menambahkan bahwa tujuan utama kebijakannya adalah untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan gula di pasar domestik, demi kepentingan masyarakat luas, termasuk para petani.
Tuduhan Korupsi dan Ancaman Pidana
Di sisi lain, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar dalam kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016. Dakwaan tersebut antara lain didasari penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa rapat koordinasi antarkementerian dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Perusahaan-perusahaan tersebut diduga tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih.
Dakwaan juga menyebutkan bahwa Tom Lembong tidak menunjuk BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk beberapa koperasi. Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Persidangan ini masih berlanjut dan akan menentukan nasib Tom Lembong terkait tuduhan korupsi yang dialamatkan kepadanya.