TPA Sarimukti Kritis, Usia Tersisa 41 Hari: Jabar Siapkan Solusi Jangka Pendek dan Panjang
Sekda Jabar ungkap TPA Sarimukti hanya mampu beroperasi 41 hari lagi, mendorong percepatan solusi teknologi pengolahan sampah dan edukasi masyarakat.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman, baru-baru ini mengumumkan kabar kritis mengenai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti. Dengan penuhnya zona 1, 2, dan 4, TPA Sarimukti kini hanya memiliki kapasitas 50 ribu ton sampah di zona 3 dan diperkirakan hanya mampu beroperasi selama 41 hari lagi. Rata-rata sampah yang masuk mencapai 1.200 ton per hari, situasi ini memaksa pemerintah daerah untuk segera mencari solusi konkret guna mengatasi permasalahan sampah yang semakin mendesak di Bandung Raya.
Pernyataan tersebut disampaikan Herman pada Senin di Gedung Pakuan Bandung. Ia menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi untuk mengatasi krisis sampah, karena ketergantungan pada TPA Sarimukti tidak dapat terus berlanjut. Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) pun telah merancang sejumlah langkah strategis untuk mengatasi permasalahan ini, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Langkah-langkah tersebut dibahas dalam rapat di Gedung Pakuan yang dihadiri oleh Pemprov Jabar, Kodam III/Siliwangi, ahli dari ITB, Bupati/Wali Kota Sumedang, Cimahi, Bandung, serta perwakilan dari Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Kerjasama dan koordinasi antar pemerintah daerah menjadi kunci dalam menghadapi tantangan pengelolaan sampah ini.
Solusi Jangka Pendek: Insenerator dan Optimalisasi Teknologi
Sebagai solusi jangka pendek, Pemprov Jabar berencana menyediakan puluhan insenerator sampah dengan kapasitas 10 ton/hari. Teknologi maggotisasi dan komposting juga akan dimaksimalkan, meskipun jumlahnya terbatas. Pembagian unit insenerator direncanakan sebagai berikut: Kota Bandung (60 unit), Cimahi (6 unit), Kabupaten Bandung (25 unit), dan Bandung Barat (10 unit), dengan total 101 unit. Biaya proyek diperkirakan mencapai Rp117 miliar, yang akan dibiayai secara gotong royong antara Pemprov Jabar dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
"Total 101 unit. Biaya estimasi sekitar Rp117 miliar (Rp1,4 miliar/unit). Pembiayaan dilakukan secara gotong royong antara Pemprov dan Pemda Kabupaten/Kota, masing-masing setengah-setengah," ujar Herman menjelaskan rencana tersebut.
Selain penyediaan insenerator, Pemprov Jabar juga mendorong optimalisasi teknologi pengolahan sampah lainnya dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Sekitar setengah dari sampah yang masuk ke TPA Sarimukti merupakan sampah organik, terutama sisa makanan, yang seharusnya dapat dikelola di rumah masing-masing.
Solusi Jangka Panjang: Waste to Energy di Legok Nangka
Untuk solusi jangka panjang, Pemprov Jabar tengah mengupayakan pembangunan fasilitas Waste to Energy di Legok Nangka. Proyek ini masih menunggu surat penugasan dari Kementerian ESDM ke PLN. Jika berjalan lancar, pembangunan direncanakan dimulai awal 2026 dengan durasi konstruksi 36 bulan (tiga tahun), agar operasional dapat dimulai tepat saat usia pakai TPA Sarimukti habis. Namun, saat ini masih dalam proses negosiasi dengan konsorsium yang meminta waktu 42 bulan untuk pembangunan.
"Jika berjalan lancar, pembangunan dimulai awal 2026. Durasi konstruksi diminta 36 bulan (tiga tahun), agar bisa operasional tepat saat usia pakai Sarimukti habis. Namun, konsorsium meminta waktu 42 bulan. Masih dalam proses negosiasi," ucap Herman.
Pembangunan fasilitas Waste to Energy di Legok Nangka diharapkan menjadi solusi berkelanjutan untuk pengelolaan sampah di Jawa Barat, mengurangi ketergantungan pada TPA Sarimukti dan meminimalisir dampak lingkungan.
Peran Serta Masyarakat dan Pemerintah Daerah
Herman juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Edukasi dan kesadaran masyarakat untuk memilah sampah dari rumah sangat penting untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA Sarimukti. Semua pihak, termasuk camat, lurah, hingga aparat TNI-Polri, diminta untuk turut serta dalam mengedukasi masyarakat.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menambahkan bahwa Kota Bandung memproduksi lebih dari 1.600 ton sampah per hari, namun daya olahnya masih belum memadai. Pemkot Bandung tengah menyiapkan lahan untuk 60 unit insenerator dan meminta bantuan Gubernur untuk mempercepat perizinan dan penerapan teknologi RDF.
"Jika tidak ada upaya serius, krisis sampah bisa semakin dekat. Bandung lautan sampah bukan sekadar slogan, tapi potensi nyata. Insenerator adalah langkah darurat, tapi upaya jangka panjang seperti daur ulang, pemilahan, dan edukasi juga harus terus dilakukan. Semua pihak, termasuk camat, lurah, hingga aparat TNI-Polri diminta turut serta mengedukasi masyarakat," tegas Herman.
Krisis sampah di TPA Sarimukti membutuhkan penanganan yang komprehensif dan kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat. Solusi jangka pendek dan panjang yang terencana dengan baik, serta kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah dari rumah, menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan ini.