TVRI di Tengah Revisi UU Penyiaran: Antara Harapan dan Tantangan Transformasi
Revisi UU Penyiaran menjadi momentum bagi TVRI untuk bertransformasi menjadi televisi publik yang kredibel dan relevan, namun berbagai tantangan klasik masih menghalangi.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, Bagaimana? Pada tanggal 28 April 2025, Dewan Pengawas TVRI menggelar diskusi di Jakarta, membahas posisi TVRI dalam revisi UU Penyiaran. Diskusi ini melibatkan Dewan Pengawas, Direksi, dan kepala stasiun TVRI se-Indonesia, serta pakar. Mengapa diskusi ini penting? Karena revisi UU Penyiaran menjadi momentum bagi TVRI untuk berbenah dan meningkatkan kualitas siarannya. Namun, tantangan klasik berupa birokrasi dan masalah internal TVRI menghalangi transformasi ini. Bagaimana solusinya? Revisi UU Penyiaran diharapkan dapat memberikan solusi, meskipun prioritasnya bukan reformasi TVRI.
Masalah TVRI, seperti yang diungkapkan oleh mantan Presdir/CEO Prasar Bharati (India), Jawhar Sircar, terletak pada birokrasi, birokrat, dan birokratisasi. Hal ini menyebabkan absennya siaran talk and news yang kredibel dan berpengaruh. Ironisnya, TVRI diurus oleh Komisi VII DPR RI (Pariwisata), bukan Komisi I (Komunikasi), sehingga penanganan masalahnya kurang optimal. Revisi UU Penyiaran yang saat ini tengah dibahas diharapkan dapat memberikan solusi, meskipun harapannya tidak terlalu besar mengingat fokus utama revisi ada pada platform digital.
Sejarah revisi UU Penyiaran selalu diwarnai tarik-menarik kepentingan publik, pemerintah, dan industri. Pada revisi sebelumnya, kepentingan industri dan pemerintah lebih dominan. Revisi kali ini didorong oleh tekanan industri yang terdampak oleh platform digital, bukan untuk memperbaiki TVRI secara khusus. Berbeda dengan negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, dan Australia, Indonesia belum memberikan prioritas pada reformasi TVRI sebagai pilar demokrasi.
Tantangan dan Harapan TVRI
Para pegiat public media alliance (PMA) di Inggris menyoroti tiga indikator relevansi TV publik: kualitas konten, transparansi kelembagaan, dan keterlibatan publik. TVRI perlu fokus pada produksi konten berkualitas sebagai 'benda publik', bukan sekadar corong kekuasaan. Revisi UU Penyiaran diharapkan dapat mendukung hal ini.
Munculnya media sosial dan personalized broadcast menuntut TVRI untuk meningkatkan public engagement. Namun, TVRI sebagai media publik di negara berkembang masih menghadapi masalah birokrasi dan budaya birokratis yang menghambat transformasi. Integrasi RRI-TVRI-ANTARA yang diusulkan dalam draf revisi UU Penyiaran menimbulkan pertanyaan, apakah integrasi ini akan bernasib sama dengan Prasar Bharati di India yang juga mengalami kesulitan integrasi.
Revisi UU Penyiaran harus mampu mendorong TVRI untuk menatap masa depan, mempersiapkan diri menghadapi era digital dan kecerdasan buatan. TVRI perlu memiliki peta jalan yang jelas untuk menjadi lembaga media utama dan pilar demokrasi.
Birokrasi dan Model Bisnis TVRI
Selama lebih dari 30 tahun sebagai unit pelaksana teknis (UPT) Departemen Penerangan, TVRI terbebani oleh birokrasi yang menghambat kreativitas dan inovasi. Perlu revolusi mental dan public service ethos untuk mengatasi masalah ini. Eksperimen model bisnis sebagai Perusahaan Jawatan dan Persero sebelumnya tidak berjalan mulus. Model lembaga negara saat ini juga dinilai kurang efektif mendorong perubahan.
Inovasi kelembagaan lanjutan diperlukan, dan revisi UU Penyiaran diharapkan dapat menjadi katalis perubahan. TVRI perlu mengantisipasi potensi layoff karyawan akibat pergeseran ke digital, dan mempersiapkan strategi jangka panjang untuk tetap relevan dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, revisi UU Penyiaran memberikan peluang bagi TVRI untuk bertransformasi menjadi televisi publik yang lebih baik. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada keseriusan pemerintah dan manajemen TVRI sendiri dalam mengatasi masalah internal dan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan dinamika media saat ini. Tantangannya besar, namun peluang untuk menjadi lembaga media yang kredibel dan berpengaruh bagi masyarakat Indonesia tetap terbuka.